“Dari Mahmud bin Lubaid bahwa Rasulullah
SAW. Bersabda, “Sesuatu yang paling aku khawatirkan di antara kamu adaah syirik
kecil, yaitu riya.”
2. Penjelasan Singkat
Riya artinya usaha
dalam melaksanakan ibadah bukan dengan niat menjalankan kewajiban dan
menunaikan perintah Allah SWT., melainkan bertujuan untuk dilihat orang, baik
untuk kemasyhuran, mendapat pujian, atau harapan – harapan lainnya dari selain
Allah.
Sebagaimana telah
disinggung dalam bahasa niat, orang yang beribadah dengan riya tidak akan
mendapat pahala dari Allah SWT. Hal itu karena dalam ibadahnya tidak lagi murni
karena Allah melainkan karena makhluk-Nya. Tak heran kalau riya sebagaimana
bunyi hadis di atas dikategorikan sebagai syirik kecil. Artinya dia mempercayai
Allah SWT. Sebagai Tuhannya, tetapi pengabdiannya tidak utuh kepada-Nya,
melainkan kepada Makhluk-Nya.
Dengan kata lain,
hakikat amal mereka adalah penipuan belaka. Mereka melakukan ibadah bukan
karena menjalankan perintah-Nya, apalagi demi mengharapkan rida-Nya, melainkan
untuk mendapatkan pujian dari manusia, dan itulah di antara perbuatan yang
biasa dilakukan oleh orang-orang munafik :Allah SWT. Berfirman :Artinya :
“Bahwasanya orang-orang munafik itu
menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka, ketika mereka berdiri
melaksanakan sholat, mereka malas melakukannya, hanya pujian manusialah tujuan
utamanya. Mereka tidak mengingat Allah kecuali hanya sedikit.”
Artinya :
“Abu Hurairah r.a.
berkata bahwa Rasulullah SAW. Bersabda, “Sesungguhnya manusia yang pertama kali
diadili di hari kiamat adalah seseorang yang mati syahid di jalan Allah, maka
ia didatangkan dan diperlihatkan nikmat-nikmat (sebagai pahalanya), kemudian ia
melihatnya seraya dikatakan (kepadanya),” amalan apakah yang engkau lakukan
sehingga memperoleh nikmat-nikmat itu?” ia menjawab, “Aku berperang karena-Mu
(Ya Allah), sehingga mati aku mati syahid.” Allah menjawab, “Dusta engkau,
sesungguhnya kamu berbuat (yang demikian itu) supaya kamu dikatakan sebagai
pahlawan. Dan kemudian (malaikat) diperintahkan kepadanya lalu menyeret mukanya
dan melemparkannya ke dalam neraka; seseorang yang diberi oleh allah SWT.
Bermacam-macam harta benda, kemudia ia didatangkan dan diperlihatkan nikmat itu
(sebagai pahalanya) lalu ia melihatnya seraya dikatakan (kepadanya), “Amal
apakah yang engkau lakukan sehingga memperoleh nikmat itu?” ia menjawab, “Aku
tidak pernah meninggalkan infak dari jalan yang Engkau Ridai (ya Allah),
melainkan aku berinfak hanya karena-Mu.” Lalu allah SWT. Menjawab, “Dusta
engkau, sesungguhnya kamu berbuat (yang demikian itu) "supaya kamu
dikatakan sebagai orang dermawan, kemudian (malaikat) diperintahkan untuk
menyeret mukanya dan melemparkannya ke dalam neraka : dan seorang lagi menuntut
ilmu dan mengajarkan atau membaca Al-Qur’an, maka ia didatangkan dan
diperlihatkan nikmat-nikmat itu (sebagai pahalanya) lalu ia melihatnya seraya
dikatakan (kepadanya), “Amal apakah yang engkau lakukan sehingga
memperoleh nikmat itu? Ia menjawab, “Aku menuntut ilmu dan mengajarkannya, dan
membaca Al-Quran (hanya) untuk-Mu (ya Allah). Kemudian Allah SWT. Menjawab,
“Dusta engkau sesungguhnya engkau menuntut ilmu supaya dikatakan engkau pintar
dan engkau membaca (Al-Qur’an) itu supaya dikatakan sebagai Qari,” kemudian
(malaikat) diperintahkan untuk menyeret mukanya dan melemparkannya ke dalam
neraka.”
(H.R. Muslim)
Imam al-Ghazali, dalam
kitab Ihya Ulum Ad-Din, membagi riya menjadi beberapa tingkat, yaitu :
1. Tingkatan paling berat, yaitu orang tujuan setiap ibadahnya hanyalah untuk
riya semata-mata dan tidak mengharapkan pahala, misalnya, seseorang yang
melakukan sholat kalau di hadapan orang banyak, sedangkan apabila sendirian dia
tidak melaksanakannya, bahkan kadang-kadang sholat tanpa berwudu terlebih
dahulu.
2. Orang yang beramal dan mengharapkan pahala, tetapi harapannya sangat lemah
karena dikalahkan oleh riya. Dia beramal ketika dilihat orang, sedangkan bila
sendirian amalnya sangat sedikit. Misalnya seseorang yang memberikan sedekah
banyak dihadapan orang, tetapi kalau sendiri (tidak ada yang melihat), ia
memberikan sedikit saja sedekahnya.
3. Niat memperoleh pahala dan riya seimbang. Kalau dalam suatu ibadah hanya
terdapat salah satunya saja, misalnya mendapat pahala, tetapi ia tidak bias
riya, ia tidak mau melakukan ibadah. Demikian pula sebaliknya. Hal itu berarti
merusak perbuatan baik, yakni bercampurnya pahala dan dosa.
4. Riya (dilihat orang) hanya pendorong untuk melakukan ibadah, sehingga jika
tidak dilihat orangpun, dia tetap melakukan ibadah. Hanya saja ia merasa lebih
semangat kalau dilihat orang.
Menurut Sayyidina Ali
r.a tanda-tanda orang riya ada tiga :
1. Malas beramal kalau sendirian.
2. Semangat bermal kalau dilihat banyak manusia.
3. Amalnya bertambah banyak kalau dipuji oleh manusia dan berkurang kalau
dicela manusia.
ayo� V < m @� ��� =0 width=320 height=167
src="file:///C:\DOCUME~1\SADIKIN\LOCALS~1\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image007.jpg"
alt="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjq0iSsJ8-vCMBuZAtMZtW2OiB8BImZ5PGHawF_lWRNlL4S5KYTsqshaNrMihyGG3oLDrrNZmxVTOzghqKNvrMku3BiZ6Af7_kq4k08IcC2b9Iyw5DXvF-_8fTEWlExcIWUY6mCNOkDwI-v/s320/7.jpg"
v:shapes="BLOGGER_PHOTO_ID_5541823508862990722">
Artinya :
“Abu Hurairah r.a.
berkata bahwa Rasulullah SAW. Bersabda, “Sesungguhnya manusia yang pertama kali
diadili di hari kiamat adalah seseorang yang mati syahid di jalan Allah, maka
ia didatangkan dan diperlihatkan nikmat-nikmat (sebagai pahalanya), kemudian ia
melihatnya seraya dikatakan (kepadanya),” amalan apakah yang engkau lakukan
sehingga memperoleh nikmat-nikmat itu?” ia menjawab, “Aku berperang karena-Mu
(Ya Allah), sehingga mati aku mati syahid.” Allah menjawab, “Dusta engkau,
sesungguhnya kamu berbuat (yang demikian itu) supaya kamu dikatakan sebagai
pahlawan. Dan kemudian (malaikat) diperintahkan kepadanya lalu menyeret mukanya
dan melemparkannya ke dalam neraka; seseorang yang diberi oleh allah SWT.
Bermacam-macam harta benda, kemudia ia didatangkan dan diperlihatkan nikmat itu
(sebagai pahalanya) lalu ia melihatnya seraya dikatakan (kepadanya), “Amal
apakah yang engkau lakukan sehingga memperoleh nikmat itu?” ia menjawab, “Aku
tidak pernah meninggalkan infak dari jalan yang Engkau Ridai (ya Allah),
melainkan aku berinfak hanya karena-Mu.” Lalu allah SWT. Menjawab, “Dusta
engkau, sesungguhnya kamu berbuat (yang demikian itu) "supaya kamu
dikatakan sebagai orang dermawan, kemudian (malaikat) diperintahkan untuk
menyeret mukanya dan melemparkannya ke dalam neraka : dan seorang lagi menuntut
ilmu dan mengajarkan atau membaca Al-Qur’an, maka ia didatangkan dan
diperlihatkan nikmat-nikmat itu (sebagai pahalanya) lalu ia melihatnya seraya
dikatakan (kepadanya), “Amal apakah yang engkau lakukan sehingga
memperoleh nikmat itu? Ia menjawab, “Aku menuntut ilmu dan mengajarkannya, dan
membaca Al-Quran (hanya) untuk-Mu (ya Allah). Kemudian Allah SWT. Menjawab,
“Dusta engkau sesungguhnya engkau menuntut ilmu supaya dikatakan engkau pintar
dan engkau membaca (Al-Qur’an) itu supaya dikatakan sebagai Qari,” kemudian
(malaikat) diperintahkan untuk menyeret mukanya dan melemparkannya ke dalam
neraka.”
(H.R. Muslim)
Imam al-Ghazali, dalam
kitab Ihya Ulum Ad-Din, membagi riya menjadi beberapa tingkat, yaitu :
1. Tingkatan paling berat, yaitu orang tujuan setiap ibadahnya hanyalah untuk
riya semata-mata dan tidak mengharapkan pahala, misalnya, seseorang yang
melakukan sholat kalau di hadapan orang banyak, sedangkan apabila sendirian dia
tidak melaksanakannya, bahkan kadang-kadang sholat tanpa berwudu terlebih
dahulu.
2. Orang yang beramal dan mengharapkan pahala, tetapi harapannya sangat lemah
karena dikalahkan oleh riya. Dia beramal ketika dilihat orang, sedangkan bila
sendirian amalnya sangat sedikit. Misalnya seseorang yang memberikan sedekah
banyak dihadapan orang, tetapi kalau sendiri (tidak ada yang melihat), ia
memberikan sedikit saja sedekahnya.
3. Niat memperoleh pahala dan riya seimbang. Kalau dalam suatu ibadah hanya
terdapat salah satunya saja, misalnya mendapat pahala, tetapi ia tidak bias
riya, ia tidak mau melakukan ibadah. Demikian pula sebaliknya. Hal itu berarti
merusak perbuatan baik, yakni bercampurnya pahala dan dosa.
4. Riya (dilihat orang) hanya pendorong untuk melakukan ibadah, sehingga jika
tidak dilihat orangpun, dia tetap melakukan ibadah. Hanya saja ia merasa lebih
semangat kalau dilihat orang.
Menurut Sayyidina Ali
r.a tanda-tanda orang riya ada tiga :
1. Malas beramal kalau sendirian.
2. Semangat bermal kalau dilihat banyak manusia.
3. Amalnya bertambah banyak kalau dipuji oleh manusia dan berkurang kalau
dicela manusia.
No comments:
Post a Comment