.quickedit{display:none;}
“KITA BERBISNIS,BERILMU,BERAMAL”

Friday, November 2, 2012

MENJAUHI PERBUATAN RIYA/SYIRIK KECIL

1. Terjemahan Hadis
“Dari Mahmud bin Lubaid bahwa Rasulullah SAW. Bersabda, “Sesuatu yang paling aku khawatirkan di antara kamu adaah syirik kecil, yaitu riya.”
2. Penjelasan Singkat
Riya artinya usaha dalam melaksanakan ibadah bukan dengan niat menjalankan kewajiban dan menunaikan perintah Allah SWT., melainkan bertujuan untuk dilihat orang, baik untuk kemasyhuran, mendapat pujian, atau harapan – harapan lainnya dari selain Allah.
Sebagaimana telah disinggung dalam bahasa niat, orang yang beribadah dengan riya tidak akan mendapat pahala dari Allah SWT. Hal itu karena dalam ibadahnya tidak lagi murni karena Allah melainkan karena makhluk-Nya. Tak heran kalau riya sebagaimana bunyi hadis di atas dikategorikan sebagai syirik kecil. Artinya dia mempercayai Allah SWT. Sebagai Tuhannya, tetapi pengabdiannya tidak utuh kepada-Nya, melainkan kepada Makhluk-Nya.
Dengan kata lain, hakikat amal mereka adalah penipuan belaka. Mereka melakukan ibadah bukan karena menjalankan perintah-Nya, apalagi demi mengharapkan rida-Nya, melainkan untuk mendapatkan pujian dari manusia, dan itulah di antara perbuatan yang biasa dilakukan oleh orang-orang munafik :Allah SWT. Berfirman :Artinya :
“Bahwasanya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka, ketika mereka berdiri melaksanakan sholat, mereka malas melakukannya, hanya pujian manusialah tujuan utamanya. Mereka tidak mengingat Allah kecuali hanya sedikit.”

Artinya :
“Abu Hurairah r.a. berkata bahwa Rasulullah SAW. Bersabda, “Sesungguhnya manusia yang pertama kali diadili di hari kiamat adalah seseorang yang mati syahid di jalan Allah, maka ia didatangkan dan diperlihatkan nikmat-nikmat (sebagai pahalanya), kemudian ia melihatnya seraya dikatakan (kepadanya),” amalan apakah yang engkau lakukan sehingga memperoleh nikmat-nikmat itu?” ia menjawab, “Aku berperang karena-Mu (Ya Allah), sehingga mati aku mati syahid.” Allah menjawab, “Dusta engkau, sesungguhnya kamu berbuat (yang demikian itu) supaya kamu dikatakan sebagai pahlawan. Dan kemudian (malaikat) diperintahkan kepadanya lalu menyeret mukanya dan melemparkannya ke dalam neraka; seseorang yang diberi oleh allah SWT. Bermacam-macam harta benda, kemudia ia didatangkan dan diperlihatkan nikmat itu (sebagai pahalanya) lalu ia melihatnya seraya dikatakan (kepadanya), “Amal apakah yang engkau lakukan sehingga memperoleh nikmat itu?” ia menjawab, “Aku tidak pernah meninggalkan infak dari jalan yang Engkau Ridai (ya Allah), melainkan aku berinfak hanya karena-Mu.” Lalu allah SWT. Menjawab, “Dusta engkau, sesungguhnya kamu berbuat (yang demikian itu) "supaya kamu dikatakan sebagai orang dermawan, kemudian (malaikat) diperintahkan untuk menyeret mukanya dan melemparkannya ke dalam neraka : dan seorang lagi menuntut ilmu dan mengajarkan atau membaca Al-Qur’an, maka ia didatangkan dan diperlihatkan nikmat-nikmat itu (sebagai pahalanya) lalu ia melihatnya seraya dikatakan (kepadanya), “Amal apakah yang engkau lakukan sehingga memperoleh nikmat itu? Ia menjawab, “Aku menuntut ilmu dan mengajarkannya, dan membaca Al-Quran (hanya) untuk-Mu (ya Allah). Kemudian Allah SWT. Menjawab, “Dusta engkau sesungguhnya engkau menuntut ilmu supaya dikatakan engkau pintar dan engkau membaca (Al-Qur’an) itu supaya dikatakan sebagai Qari,” kemudian (malaikat) diperintahkan untuk menyeret mukanya dan melemparkannya ke dalam neraka.”
(H.R. Muslim)
Imam al-Ghazali, dalam kitab Ihya Ulum Ad-Din, membagi riya menjadi beberapa tingkat, yaitu :
1. Tingkatan paling berat, yaitu orang tujuan setiap ibadahnya hanyalah untuk riya semata-mata dan tidak mengharapkan pahala, misalnya, seseorang yang melakukan sholat kalau di hadapan orang banyak, sedangkan apabila sendirian dia tidak melaksanakannya, bahkan kadang-kadang sholat tanpa berwudu terlebih dahulu.
2. Orang yang beramal dan mengharapkan pahala, tetapi harapannya sangat lemah karena dikalahkan oleh riya. Dia beramal ketika dilihat orang, sedangkan bila sendirian amalnya sangat sedikit. Misalnya seseorang yang memberikan sedekah banyak dihadapan orang, tetapi kalau sendiri (tidak ada yang melihat), ia memberikan sedikit saja sedekahnya.
3. Niat memperoleh pahala dan riya seimbang. Kalau dalam suatu ibadah hanya terdapat salah satunya saja, misalnya mendapat pahala, tetapi ia tidak bias riya, ia tidak mau melakukan ibadah. Demikian pula sebaliknya. Hal itu berarti merusak perbuatan baik, yakni bercampurnya pahala dan dosa.
4. Riya (dilihat orang) hanya pendorong untuk melakukan ibadah, sehingga jika tidak dilihat orangpun, dia tetap melakukan ibadah. Hanya saja ia merasa lebih semangat kalau dilihat orang.
Menurut Sayyidina Ali r.a tanda-tanda orang riya ada tiga :
1. Malas beramal kalau sendirian.
2. Semangat bermal kalau dilihat banyak manusia.
3. Amalnya bertambah banyak kalau dipuji oleh manusia dan berkurang kalau dicela manusia.
ayo� V < m @� ��� =0 width=320 height=167 src="file:///C:\DOCUME~1\SADIKIN\LOCALS~1\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image007.jpg" alt="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjq0iSsJ8-vCMBuZAtMZtW2OiB8BImZ5PGHawF_lWRNlL4S5KYTsqshaNrMihyGG3oLDrrNZmxVTOzghqKNvrMku3BiZ6Af7_kq4k08IcC2b9Iyw5DXvF-_8fTEWlExcIWUY6mCNOkDwI-v/s320/7.jpg" v:shapes="BLOGGER_PHOTO_ID_5541823508862990722">
Artinya :
“Abu Hurairah r.a. berkata bahwa Rasulullah SAW. Bersabda, “Sesungguhnya manusia yang pertama kali diadili di hari kiamat adalah seseorang yang mati syahid di jalan Allah, maka ia didatangkan dan diperlihatkan nikmat-nikmat (sebagai pahalanya), kemudian ia melihatnya seraya dikatakan (kepadanya),” amalan apakah yang engkau lakukan sehingga memperoleh nikmat-nikmat itu?” ia menjawab, “Aku berperang karena-Mu (Ya Allah), sehingga mati aku mati syahid.” Allah menjawab, “Dusta engkau, sesungguhnya kamu berbuat (yang demikian itu) supaya kamu dikatakan sebagai pahlawan. Dan kemudian (malaikat) diperintahkan kepadanya lalu menyeret mukanya dan melemparkannya ke dalam neraka; seseorang yang diberi oleh allah SWT. Bermacam-macam harta benda, kemudia ia didatangkan dan diperlihatkan nikmat itu (sebagai pahalanya) lalu ia melihatnya seraya dikatakan (kepadanya), “Amal apakah yang engkau lakukan sehingga memperoleh nikmat itu?” ia menjawab, “Aku tidak pernah meninggalkan infak dari jalan yang Engkau Ridai (ya Allah), melainkan aku berinfak hanya karena-Mu.” Lalu allah SWT. Menjawab, “Dusta engkau, sesungguhnya kamu berbuat (yang demikian itu) "supaya kamu dikatakan sebagai orang dermawan, kemudian (malaikat) diperintahkan untuk menyeret mukanya dan melemparkannya ke dalam neraka : dan seorang lagi menuntut ilmu dan mengajarkan atau membaca Al-Qur’an, maka ia didatangkan dan diperlihatkan nikmat-nikmat itu (sebagai pahalanya) lalu ia melihatnya seraya dikatakan (kepadanya), “Amal apakah yang engkau lakukan sehingga memperoleh nikmat itu? Ia menjawab, “Aku menuntut ilmu dan mengajarkannya, dan membaca Al-Quran (hanya) untuk-Mu (ya Allah). Kemudian Allah SWT. Menjawab, “Dusta engkau sesungguhnya engkau menuntut ilmu supaya dikatakan engkau pintar dan engkau membaca (Al-Qur’an) itu supaya dikatakan sebagai Qari,” kemudian (malaikat) diperintahkan untuk menyeret mukanya dan melemparkannya ke dalam neraka.”
(H.R. Muslim)
Imam al-Ghazali, dalam kitab Ihya Ulum Ad-Din, membagi riya menjadi beberapa tingkat, yaitu :
1. Tingkatan paling berat, yaitu orang tujuan setiap ibadahnya hanyalah untuk riya semata-mata dan tidak mengharapkan pahala, misalnya, seseorang yang melakukan sholat kalau di hadapan orang banyak, sedangkan apabila sendirian dia tidak melaksanakannya, bahkan kadang-kadang sholat tanpa berwudu terlebih dahulu.
2. Orang yang beramal dan mengharapkan pahala, tetapi harapannya sangat lemah karena dikalahkan oleh riya. Dia beramal ketika dilihat orang, sedangkan bila sendirian amalnya sangat sedikit. Misalnya seseorang yang memberikan sedekah banyak dihadapan orang, tetapi kalau sendiri (tidak ada yang melihat), ia memberikan sedikit saja sedekahnya.
3. Niat memperoleh pahala dan riya seimbang. Kalau dalam suatu ibadah hanya terdapat salah satunya saja, misalnya mendapat pahala, tetapi ia tidak bias riya, ia tidak mau melakukan ibadah. Demikian pula sebaliknya. Hal itu berarti merusak perbuatan baik, yakni bercampurnya pahala dan dosa.
4. Riya (dilihat orang) hanya pendorong untuk melakukan ibadah, sehingga jika tidak dilihat orangpun, dia tetap melakukan ibadah. Hanya saja ia merasa lebih semangat kalau dilihat orang.
Menurut Sayyidina Ali r.a tanda-tanda orang riya ada tiga :
1. Malas beramal kalau sendirian.
2. Semangat bermal kalau dilihat banyak manusia.
3. Amalnya bertambah banyak kalau dipuji oleh manusia dan berkurang kalau dicela manusia.


No comments:

Post a Comment

Print Postingan