DECAK kagum dan tepuk tangan riuh di sebuah ruangan di klub Guru Jabodetabek, kemarin. Para pengunjung di lokasi Jalan Jatipadang Raya No 23, Pasar Minggu, Jaksel tersebut berkali-kali melontarkan pertanyaan kepada anak-anak yang menjadi model keberhasilan metode Hanifida.
’’Kolom 5 baris 4,’’ tanya seorang pengunjung. ’’Sembilan,’’ jawab Ahmad Azmi Amiq (12). Tepuk tangan pun kembali memenuhi ruangan 3x5 meter itu.
Azmi bersama M Rafiul Majid (14) cukup beberapa menit memandangi limapuluh kotak (tersusun dalam 10 kolom dan 5 baris), yang berisi angka-angka mulai 1 sampai 9 secara acak. Para pengunjung yang mengisi angka-angka tersebut. Terjadilah susunan angka yang tak beraturan dan sulit untuk dihafal.
’’Saya tantang bapak-bapak untuk menghafal angka-angka ini, butuh berapa lama untuk bisa menghafalnya,’’ kata Dra Khoirotul Idawati Mahmud MPd, perancang metode Hanifida. Jawaban pengunjung pun bervariasi. Ada yang dua hari bahkan ada yang seminggu.
Perempuan yang akrab dipanggil Ida itu meminta Azmi dan Rafi untuk membelakangi white board yang berisi angka-angka acak itu. Dan keduanya bisa menjawab dengan sempurna urutan angka-angka acak tersebut, mulai dari per kolom, per baris, titik temu baris dan kolom serta diagonal.
’’Bapak-bapak lihat sendiri kan, hanya berapa menit Azmi dan Rafi bisa hafal angka-angka dan letak angka itu di limapuluh kotak,’’ kata ibu tiga anak kelahiran Jombang 11 November 1967 itu.
Berdasarkan pengamatan Suara Merdeka keduanya hanya butuh lima menit saja untuk menghafal angka-angka tak beraturan itu. Kemampuan menghafal mereka seperti komputer, sehingga akurasi jawabannya bisa diandalkan.
Asmaul Husna
Tes berikutnya adalah menghafal Asmaul Husna dengan model Kamila Niami Permatasari (5,5).
Kamila demikian nama panggilan bocah cilik tersebut, ternyata mampu menghafal nama-nama Allah tersebut beserta arti dan urutannya, secara urut. ’’Silakan di tes secara acak,’’ kata ayah Kamila, Drs Hanifuddin Mahadun MAg yang juga perancang metode tersebut.
Suara Merdeka juga diberi kesempatan mentes Kamila dengan menyebutkan nomor urutnya saja. Kamila pun mampu menyebutkan nama Allah yang di nomor urut tersebut beserta artinya. Luar biasa.
’’Ini bukan sulap bukan sihir pak. Berotak mirip komputer, begitu ditanya no urut langsung keluar nama dan artinya bisa dicapai melalui pelatihan. Ini bukan mimpi lagi,’’ papar pria itu yang akrab dipanggil Hanif yang juga suami Ida itu.
Hanif yang kelahiran Metro, Lampung Tengah 23 Februari 1967, menegaskan pada intinya metode yang dikembangkan istrinya dan dirinya adalah untuk membuat seseorang mudah menghafal, cepat menghafal dan saat menghafal prosesnya menyenangkan.
’’Selama ini kalau kita disuruh menghafal, diawalnya kita pasti langsung malas, capek, tidak enjoy-lah. Ini mengakibatkan tambah sulit kita menghafal.
Kita disuruh duduk manis, diberi ruangan yang nyaman untuk menghafal pun tidak menjamin, hafalan kita masuk, karena kita tidak seimbang,’’ katanya.
Ketidakseimbangan yang dimaksud adalah ketidakseimbangan otak kiri dan otak kanan.
Menurut pria yang tengah menempuh S3 di IAIN Sunan Ampel Surabaya itu metode menghafal cara konvensional, dengan cara mengulang-ulang, hanya akan bertahan selama enam jam. Cara mengulang-ulang itu hanya melatih otak kiri.
’’Oleh karenanya agar mudah atau cepat hafal dan sulit lupa, harus kita seimbangkan dengan otak kanan. Otak kanan kemampuannya 1.600 sampai 3.000 kali otak kiri,’’ katanya.
Otak Kanan
Menurut Hanif, delapan puluh persen makanan otak kanan adalah warna, imajinasi, visual, asosiasi dan ekspresi. Dengan demikian harus ada bayangan untuk menghafal. Bila dalam menghafal ada proses yang semakin membuat kita terkesan, kita akan cepat hafal akan suatu hal dan mudah untuk melupakannya.
’’Oleh karenanya buku-buku penunjang metode Hanifida kita buat bergambar, dan berwarna agar menarik. Kata-kata dan istilahnya juga kita buat menarik. Dalam upaya menghafal ayat-ayat Alquran, kita pakai cara memvisualisasikan,’’ paparnya.
Hanif menunjukkan buku penunjang yang dimaksud. Dalam bab menghafal Al Muthaffifin (orang-orang yang curang) tampak gambar Aladin. Lalu tulisan sebelas pembalasan-yukadib-bibinya midin.
Juga dalam bab menghafal surat An-Naaziat, tampak gambar dua petinju dan seorang yang memakai toga, beserta rangkaian tulisan, tinju-habis Fir’aun-pergilah-pakai toga. Rangkaian kata-kata yang disertai gambar ini tentunya menghasilkan korelasi yang membingungkan.
’’Memang harus mengikuti pelatihan terlebih dahulu, agar paham mengapa kami memakai kata-kata dan gambar ini. Pelatihan ini bisa untuk anak-anak dan dewasa. Kami pernah punya murid yang sudah tua tapi ternyata bisa juga menghafal seperti anak muda dan anak-anak.
Setelah kita enak menghafal, maka menghafal selain Al Asmaul Husna, dan Alquran pun bisa,’’ kata Ida.
Ida juga terus mengembangkan teknik-teknik aplikatif belajar cepat dengan mengarang berbagai buku yang terkait hal tersebut. Di antaranya menghafal ayat-ayat Alquran Model File Komputer dan belajar cepat Kamus Lima Bahasa (Indonesia-Inggris-Jepang-Mandarin dan Arab).
Ida mengaku dia dan suaminya telah melakukan 315 pelatihan di berbagai wilayah Indonesia seperti Kalsel, Kaltim, Riau, Aceh serta Jakarta. Di kediaman mereka di Jombang pun setiap hari kedatangan peserta pelatihan dari berbagai pelosok.
’’Kebetulan kami sudah empat kali mengisi di Ustad Yusuf Mansyur (Tangerang), lalu kami mampir kemari (klub guru Jabodetabek-Red) dan banyak yang tertarik metode ini, akhirnya meluas dan mendapat perhatian juga dari pers,’’ katanya.
Nama Hanifida yang merupakan gabungan nama pasangan Hanif dan Ida, menurut Ida adalah pemberian dari KH Mustofa Bisri (Gus Mus).
’’Selang dua hari usai pertemuan dengan beliau (Gus Mus-Red), kami menerima SMS beliau pada 15 Juni 2007 yang meminta kami menamakan metode kami Hanifida dan mempatenkannya ,’’ tutur Hanif.
Pasangan ini semula mengajarkan metode ini kepada anak-anak mereka yaitu Muhammad Azwar Syansuri (16), Ahmad Azmi Amiq (12) dan Kamila Ni’ami Permatasari.
Setelah uji coba berhasil baru keduanya mendatangi para pakar, kiai, dan guru besar Islam di Indonesia.
Mereka memberikan apresiasi tinggi atas metode Hanifa. Sampai saat ini belum ada efek negatif dari pelatihan ini, bahkan anak-anak merasa enjoy bila menemui tugas hafalan.
’’Penasaran, tertarik, silakan ikut pelatihannya. Lebih baik ayah atau ibunya yang ikut, baru nanti diajarkan ke anaknya. Kalau anaknya nanti malu kalau sekelas dengan yang tua, juga bisa berbenturan jadwal sekolahnya, kecuali pelatihan pada hari libur,’’ kata Hanif (Hartono Harimurti-77)
No comments:
Post a Comment