.quickedit{display:none;}
“KITA BERBISNIS,BERILMU,BERAMAL”

Monday, October 24, 2011

Cara Mengenali Sifat Anak Dan Implikasinya

Andi (usia 3 tahun) mendekati ayahnya yang sedang membaca koran.
“Liat dong Pa...” pinta Andi sambil menarik koran yang dipegang ayahnya.
“Aduh... kamu ganggu aja! Sana baca buku punyamu sendiri!” Ayahnya tampak kesal.
“Ahh.... Ayah pelit!”
Andi berlari menuju ke arah Ibunya yang sedang menonton TV.
“ Maa... itukan Ryan yaaa...” Kata Andi menunjuk gambar di TV
“Heh... kamu kok tahu..?” Ibunya mengerutkan wajah heran.
“Iya... diakan Homo yaaa Ma?” Andi terus berceloteh tanpa peduli keheranan ibunya.
“Hei...darimana kamu tahu kata-kata itu?” Ibunya langsung mematikan TV dan menginterogasi Andi yang keheranan melihat Ibunya tiba-tiba marah padanya.

Sebagai orang tua, kita sering terkaget-kaget mengetahui bahwa anak kita ternyata bisa mengatakan atau mengemukakan atau melakukan hal-hal yang tidak sepantasnya dilakukan oleh anak seumurnya. Kita sering tidak percaya kalau anak kita tahu tentang banyak hal. Yaa... kita sering merasa bahwa kita tidak mengenal anak kita sendiri. Tetapi benarkah kita benar-benar sudah mengenal anak kita sendiri? (terutama yang masih berusia dini). Berikut ini, saya sampaikan beberapa karakteristik anak usia dini (lahir – 8 tahun) dan bagaimana implikasinya bagi orangtua atau guru (pendidik).

Anak adalah mahluk yang unik
Anak adalah individu yang sangat unik. Setiap anak berbeda dengan anak lainnya. Tidak ada dua anak yang sama persis meskipun mereka kembar identik.
Oleh karenanya sebagai orang tua jangan pernah kita membandingkan anak-anak kita antara satu dengan lainnya. “Membandingkan” sering sekali kita melakukannya. Baik dengan sengaja maupun tanpa kita sengaja. Misalnya: “Aduh… dede… kenapa sih kamu tidak seperti kaka? Kaka itu rajin dan pandai…” atau “ Kamu malas banget sih… lihat tuh ....Si A anaknya Pak X…”.
Jangankan anak-anak, kita sendiri juga tidak suka jika dibandingkan dengan orang lain. Apakah Anda suka jika suami/istri Anda mengatakan “ Hmmm… tetangga sebelah rumah itu, pasangannya rajin banget yaa… kayaknya dia juga sayang tuh sama pasangannya….” Pasti Anda juga tidak akan suka kan?
Nah! Anak-anak juga demikian. Ada beberapa kemungkinan yang akan terjadi dalam diri anak jika dia dibandingkan. Pertama, mungkin dia akan termotivasi untuk menjadi lebih baik dari anak yang dibandingkan dengannya. Kedua, mungkin dia justru akan merasa”kalah sebelum bertanding”. Dia akan merasa bahwa dia memang tidak akan bisa sebaik anak tersebut. Ketiga, dia cuek saja dan tidak peduli apapun yang Anda katakan, atau bahkan dia akan berkata “Akukan bukan kakak!” atau “Angkat aja si A itu jadi anak Mama!”
Oleh karena itu, sebaiknya Anda tidak membandingkan anak Anda dengan anak lainnya. Terimalah mereka apa adanya dan bantu mereka mengembangkan kemampuan dan potensinya masing-masing seoptimal mungkin. Berikan stimulus yang menantang dan membuat rasa ingin tahu anak semakin meningkat dari waktu ke waktu sesuai dengan perkembangannya.



Anak Bertindak Relatif Spontan

Suatu ketika, saya mengajak murid-murid TK saya ke suatu panti jompo di bilangan ciputat. Beberapa hari sebelum berangkat, saya dan teman-teman guru lainnya sudah berpesan pada anak-anak, agar tidak berkomentar yang kurang baik, dan kami ceritakan situasi dan kondisi tempat yang akan dikunjungi. Selain itu juga karena disana adalah tempat orang-orang tua (nenek dan kakek) yang sangat mudah tersinggung. Kami (para guru) berpesan demikian, karena panti jompo tersebut meskipun bersih dan rapi, namun tempatnya agak lembab dan terletak di sebelah kandang kambing sehingga menimbulkan bau yang kurang sedap. Turun dari kendaraan, anak-anak bernyanyi dengan ceria. Suasana berubah saat mulai memasuki area panti jompo. Setiap anak memberikan reaksi yang beragam. “Bu guru…. Bauuu”; “Aku ngga mau masuuk….tempatnya jelek…”; “nenek-neneknya jelek semua….aku takuuut”; bahkan ada anak yang menangis karena takut”.

Itu adalah reaksi anak-anak yang menunjukkan bahwa sikap dan perilaku anak relatif spontan dan menggambarkan bahwa anak-anak selalu berlaku apa adanya meskipun sebelumnya telah diberitahu. Anak-anak bertindak dan berkata sesuai dengan apa yang mereka pikirkan dan rasakan. Jika mereka tidak suka maka mereka akan mengatakan tidak suka. Jika mereka ingin tidur maka mereka akan tidur dimanapun berada dan kapanpun waktunya.
Nah, dengan karakteristik anak yang demikian, maka sebaiknya pendidik senantiasa menyampaikan informasi yang benar. Sampaikan informasi tersebut dengan bahasa yang mudah dipahami oleh anak-anak. Selain itu, sampaikan informasi dengan menggunakan contoh yang konkret dan dekat dengan kehidupan sekitar anak-anak.

Anak Selalu Aktif dan Enerjik

Tiara (usia 2 tahun) sedang bermain kejar-kejaran dengan ayahnya. Dia berlari, kemudian ayahnya menangkapnya, mengangkatnya dan melemparkannya ke atas kemudian menangkapnya kembali lalu diturunkan. Tiara berlari lagi, lalu ayahnya menangkapnya dan mengulangi hal yang sama berkali-kali. Tiara terkekeh-kekeh kesenangan. Hingga ayahnya kelelahan dan terduduk di lantai. Tiara menghampiri ayahnya. “Ayo pak…. Lagi dong… kejar aku…” Tiara memohon sambil menarik-narik tangan ayahnya. “Duh…. Bapak capek Nak….Istirahat dulu yaaa….” Jawab ayahnya yang sudah berkeringat. “ Ahhh… ayo dong Pak… aku mau lagi….” Tiara terus merengek mengajak ayahnya terus bermain.

Anak-anak tidak pernah lelah, tak pernah bosan dan selalu bergerak. Saat bercanda misalnya, kita sudah kelelahan setengah mati, mereka masih terus dan ingin terus seolah tak pernah low batt. Hal ini karena kemampuan motorik kasarnya sedang berkembang dengan pesat. Implikasi dari karakteristik tersebut adalah pendidik (orang tua dan guru) harus memfasilitasi kebutuhan ini dengan cara menyediakan area yang luas dan bebas dari berbagai hambatan. Sehingga anak dapat bergerak dengan bebas. Jika rumah Anda terbatas, sering-seringlah ajak anak Anda ke taman bermain atau ke tanah lapang yang luas. Biarkan mereka bergerak dengan bebas dan mengengembangkan keseluruh kemampuan motorik kasarnya, kekuatannya, kelincahannya dan kelenturan tubuhnya. Kurangi kekuatiran yang berlebihan pada saat anak-anak bergerak. Biarkan mereka melakukan apa yang mereka inginkan. Tugas Anda adalah mengawasinya. Biarkan anak mengeksplorasi lingkungannya dengan seluruh kemampuannya sehingga perkembangan motorik kasarnya dapat mencapai perkembangan yang optimal.

Anak Bersifat Egosentris

Saat diajak ke pusat perbelanjaan, Bintang tiba-tiba berhenti di depan toko mainan. Dia menarik tangan orang tuanya dan mengajak mereka masuk ke toko tersebut. “Nanti ya…” Kata mamanya dengan penuh kelembutan. “Kita ke toko obat dulu, untuk membeli obat untuk adik…” Kali ini Papanya yang merayunya. Bintang bergeming, bahkan dia menjatuhkan tubuhnya di lantai sambil terus merengek dan mengajak masuk ke dalam toko mainan tersebut. Dia tak peduli, bahwa membeli obat jauh lebih penting daripada membeli mainan. Saat itu hal yang diinginkan adalah masuk ke toko mainan dan membeli mainan.

Ilustrasi tersebut menggambarkan karakteristik anak yang egosentris. Walaupun sikap egosentris sebenarnya tidak hanya dimiliki oleh anak-anak. Kita juga, orang dewasa, masih memiliki sikap egosentris ini. Misalnya saat melihat sebuah foto, jika dalam foto tersebut ada diri kita maka kita akan memandangnya dengan lebih lama dan (biasanya) hanya akan mencari dimana dan bagaimana posisi kita dalam foto tersebut. Namun, jika dalam foto tersebut diri kita tidak ada, maka kita hanya akan melihatnya sekilas saja.

Anak cenderung memandang dan memahami dunia sekitarnya berdasarkan sudut pandang dan pemikirannya sendiri. Mereka tak peduli dengan pemikiran orang lain. Misalnya saat mereka ingin suatu mainan, ia langsung saja merebut dari temannya. Implikasinya, pendidik (orangtua dan guru) harus berusaha memahami pikiran anak. Hal tersebut bukan berarti, Anda harus bersikap seperti kanak-kanak. Memahami pikiran dan perasaan anak juga tidak berarti bahwa Anda harus selalu menuruti segala sesuatu yang diinginkan atau membela tindakan yang dilakukannya. Anda harus bisa menunjukkan dan membelajarkan anak untuk memahami juga perasaan dan pikiran orang lain. Sekali waktu mintalah anak untuk mengalah dan memberi pada orang lain. Ajaklah anak untuk belajar bersimpati atau bahkan berempati pada orang lain. Misalnya saat dia merebut mainan temannya sentuhlah perasaan anak, dengan mengatakan: “Wah… kasihan yaa, Dian jadi tidak bisa main, karena mainannya kamu ambil. Lihat deh… wajah Dian tampak sedih sekali”. Dengan cara demikian, anak akan belajar untuk memahami perasaan orang lain.

Anak memiliki Rasa Ingin Tahu yang Besar Dan Selalu Antusias

“Ma, aku lahir darimana sih?”, “Ma, kenapa sih aku tidak sama dengan mama?”, “Ma, Allah itu seperti apa sih?”, “Ma, untuk apa sih kita harus makan?” dan banyak lagi pertanyaan yang disampaikan anak pada pendidik (orang tua dan guru). Pertanyaan tersebut kadang membuat kita terjengah dan tidak bisa menjawabnya. Kadang pertanyaa tersebut juga tampaknya sepele tapi kita tidak bisa menjawabnya. Sebenarnya kita tahu jawabannya, namun seringkali kita tidak tahu bagaimana cara menerangkannya pada anak kita yang masih berusia dini (lahir – 8 tahun).

Ya…., anak-anak selalu ingin tahu dan mereka selalu antusias mengikuti berbagai kegiatan. Sehingga seringsekali mereka memperhatikan, mempertanyakan dan membicarakan sesuatu yang diminatinya secara terus menerus dan berulang-ulang. Mereka akan terus bertanya jika jawaban yang diperolehnya belum memuaskannya. Implikasinya adalah bahwa sebaiknya pendidik jangan pernah bosan menjawab pertanyaan anak. Jawablah dengan jawaban yang logis dan sesuai dengan kemampuan bahasanya. Berikan jawaban yang singkat, namun jelas dan mudah dipahami. Jangan pernah memberikan jawaban yang tidak benar karena informasi yang diterimanya akan bertahan cukup lama. Selain itu berikan jawaban dengan segera, jangan sampai ia mencari tahu dari sumber yang tidak benar. Jika memang Anda tidak tahu jawaban atas pertanyaannya, ajaklah anak Anda untuk mencari jawabannya bersama. Misalnya dari buku, internet atau sumber lainnya.

Eksploratif Dan Berjiwa Petualang

Jika anak Anda membongkar mobil-mobilan yang baru Anda belikan atau bermain tanah yang diberi air atau mencoba memanjat pohon yang ada di halaman rumah atau anak Anda yang biasanya diam di dalam rumah tiba-tiba menghilang dan sudah berada di rumah tetangga sedang mencabuti tanaman milik tetangga. Apa yang Anda akan lakukan? Memarahinya? Menjewernya? Atau bahkan memukulnya? Atau mendiamkannya saja!

Jika Anak Anda melakukan hal tersebut, sebaiknya Anda jangan langsung memarahi, menjewer, memukul atau mendiamkan saja, karena hal tersebut termasuk dalam salah satu karakteristik anak. Perilaku ini didasari oleh rasa ingin tahunya yang kuat, maka anak senang menjelajah, mencoba dan mempelajari hal-hal baru.

Untuk memfasilitasi karakteristik anak yang demikian, pendidik (orang tua dan guru) seyogyanya menyediakan lingkungan yang menantang anak untuk belajar. Berikan mainan yang menantangnya untuk berpikir dan menjelajah. Misalnya permainan bongkar pasang, lego, pasir, tahan liat atau lumpur. Sesekali ajaklah anak-anak Anda ke daerah terbuka agar mereka dapat mengeksplor lingkungan sekitarnya. Saat ini sudah banyak lembaga yang menyediakan area dan arena outbound untuk anak-anak. Ajaklah mereka kesana.

Jika Anda tidak memiliki dana yang cukup. Ajaklah anak Anda menjelajah lingkungan di sekitar tempat tinggal Anda. Misalnya mengelilingi komplek sambil mengamati tanaman yang terdapat di sepanjang perjalanan atau mengamati rumah-rumah, atau apapun yang ditemui diperjalanan. Sesampainya di rumah, ajaklah mereka membahas apa yang tadi ditemui di sepanjang perjalanan. Setelah itu Anda bisa mengajak anak Anda mengembangkan kreativitas dan kemampuannya dengan membuat atau melakukan sesuatu. Misalnya: 1) menggambar tanaman, rumah, orang atau apapun yang ditemukan di perjalanan; 2) mengklasifikasi daun, batu, bunga atau apapun yang dikumpulkan selama perjalanan berdasarkan bentuknya, warnanya maupun ukurannya; 3) bercerita baik secara lisan maupun berupa tulisan atau coretan tentang hal menarik berdasarkan pandangan dan pikiran anak; 4) berdiskusi untuk memecahkan masalah yang ditemui selama perjalanan dan mengembangkan kemampuan menalar anak. Anda dapat menstimulasinya dengan mengajukan pertanyaan, seperti: “got yang di sana tadi banyak sampahnya, apa yang akan terjadi jika hujan turun dan bagaimana seharusnya yaa?”

Dengan cara demikian Anda dapat mengembangkan setiap aspek perkembangan anak secara optimal.

Anak Senang Berfantasi

Bu Bisma kaget sekali, saat pulang kerja dia melihat rumahnya sangat berantakan, seperti kapal pecah. Meja dan kursi sudah tak karuan letaknya. Kain seprei terlihat membentang di salah satu sudut, dimana ujung-ujungnya diikatkan pada teralis jendela. Alat-alat dapur tampak pula berserakan di sekitarnya. Selain itu kursi makan tampak dalam posisi terbalik. “Wah… apa yang terjadi ?” Pikirnya. Dia segera mencari pembantu dan dua anaknya yang masih berusia 5 dan 3 tahun. Di belakang rumah, dia melihat pembantunya dalam posisi merangkak dan kedua anaknya duduk di atasnya. “Ayo… kuda… cepat dong jalannya” Teriak si Sulung sambil sesekali mengibaskan handuk kecil yang dipegangnya ke arah bokong sang pembantu. Bu Bisma akhirnya hanya geleng-geleng kepala melihat kondisi tersebut.

Yaa, anak pada umumnya senang berfantasi. Mereka senang dengan hal-hal yang bersifat imajinatif. Segala benda dianggapnya hidup dan dapat menjadi apapun yang mereka inginkan. Dunia pikiran mereka tak terbatas. Pikiran mereka dapat menjelajah area yang kadang tidak terbayangkan oleh orang dewasa.

Implikasi dari karakteristik anak ini adalah dengan memberikan kesempatan pada anak yang seluas-luasnya untuk mengembangkan imajinasinya melalui berbagai kegiatan. Diantaranya adalah melalui kegiatan bercerita, bermain peran atau kegiatan lain yang berkaitan dengan seni dan kreativitas seperti menggambar, melukis, membentuk, membuat lagu, atau membuat puisi.

Satu hal yang perlu diperhatikan adalah, saat anak Anda menyampaikan atau menceritakan fantasinya, janganlah Anda langsung memotongnya dengan mengatakan bahwa apa yang mereka katakan atau pikirkan salah. Tetapi, Anda dapat mengarahkan fantasinya agar semakin berkembang ke arah yang lebih positif. Misalnya: Anak mengatakan bahwa dia melihat ada ular terbang. Maka, Anda jangan mengatakan bahwa di dunia ini tidak ada ular yang terbang. Tetapi cobalah gali fantasi anak dengan pertanyaan yang membuatnya berpikir lebih jauh. Seperti: “ Oh ya…, ularnya terbang kemana nak? Trus apa yang dia lakukan di sana? Kira-kira apa yang dicarinya ya? Terbangnya pakai apa Nak?” Dan sebagainya. Jika Anda langsung memotong dan menyalahkan apa yang dikatakan anak, maka hal ini akan membuat kreativitas anak “mati” secara perlahan.

Seandainya, apa yang dikatakan anak memang benar-benar salah, Anda dapat membimbing anak melakukan koreksi terhadap pemikiran mereka sendiri dengan menyampaikan ilustrasi yang benar dan dengan bahasa yang dapat dipahami anak. Misalnya: Ketika anak mengatakan: “ Ma, Allah itu kan ada banyak!” Anda jangan mengatakan “Salah Nak… Allah itu hanya satu” tanpa memberikan penjelasan apapun. Anda dapat meluruskan pemikiran anak dengan menyampaikan cerita bahwa jika Allah ada banyak maka kemungkinan besar dunia ini akan kacau balau, setiap Allah akan berebut untuk menjadi penguasa. Tentu saja cerita ini disertai dengan ilustrasi yang konkret tentang alam semesta ciptaan Allah dan dengan bahasa yang dipahami anak.

Anak Mudah Frustrasi

Karakteristik ini ditandai dengan mudahnya anak menangis atau “ngambek” jika permintaan atau keinginannya tidak dituruti. Misalnya: Saat seorang bayi haus dan ingin minum susu, seringkali dia tak sabar dan menangis sampai menjerit-jerit jika ibunya terlalu lama membuatkan susu untuknya. Padahal bayi ini melihat, ibunya sedang membuatkan susu itu. Dia tak peduli, pokoknya apa yang dia mau harus segera dipenuhi.

Selain itu, anak juga mudah putus asa bila menghadapi hal yang dianggapnya sulit. Misalnya saat hendak memasang mainan yang dibongkarnya sendiri. Dia akan langsung meninggalkan mainan tersebut dan membiarkannya saja tanpa berusaha lebih keras untuk memasangkan kembali.

Implikasi dari karakteristik ini dimana anak mudah menangis, ngambek dan tidak sabar adalah dengan memberikan penjelasan bahwa segala sesuatu membutuhkan waktu dan ada prosesnya. Ajaklah anak Anda untuk ikut membantu Anda untuk memenuhi keinginanya tersebut. Pada contoh tersebut, Anda dapat mengajak anak untuk melihat proses membuat susu untuknya. Selain itu, janganlah Anda selalu menuruti semua keinginan anak. Anak Anda perlu mengetahui bahwa untuk mendapatkan sesuatu (hak) perlu ada perjuangan (kewajiban) yang harus dilakukan.

Pada contoh yang kedua dimana anak mudah putus asa, implikasinya pada pembelajaran untuk anak usia dini, pendidik perlu menyediakan kegiatan yang selalu memberikan “keberhasilan” bagi anak, yaitu dengan memberikan kegiatan dimulai dari yang mudah ke yang sukar, dari yang sederhana ke yang komplek dan dari yang sedikit menuju ke yang banyak. Hal ini mengandung arti bahwa kegiatan tersebut harus sesuai dengan tingkat perkembanga anak.

Anak Cenderung Ceroboh

Mungkin Anda masih ingat tentang seorang anak yang jatuh dari eskalator di suatu pusat perbelanjaan hingga meninggal dunia. Dari cctv yang diputar kembali, tampak bahwa anak tersebut berusaha untuk naik pada pegangan eskalator, kemudian pakaiannya terjepit sehingga dia tertarik dan jatuh ke lantai dasar.

Kita juga (mungkin) seringkali menyaksikan anak yang langsung lari saat hendak menyeberang jalan, padahal orang tuanya ada didekatnya atau sedang memeganginya namun pegangannya kurang kuat. Contoh lainnya, saat mengendarai mobil di daerah yang padat penduduk, kita sering melihat anak yang berusaha mengejar atau memegang mobil yang kita kendarai. Hal ini menunjukkan bahwa anak (usia dini) umumnya kurang mempertimbangkan tindakan yang dilakukannya. Mereka tidak memikirkan (tidak tahu) bahaya yang akan menimpanya jika hal tersebut dilakukan.

Implikasi dari karakteristik ini adalah bahwa kita sebagai orang dewasa yang terdekat dengan anak harus mengawasi setiap tindakan dan perilaku anak. Namun bukan berarti kita harus melarang setiap tindakan anak. Misalnya saat anak ingin memanjat pohon, kita langsung melarang bahkan dengan segera menangkapnya dan menurunkannya sehingga rencananya untuk naik pohon gagal. Untuk hal yang demikian, sebaiknya kita support anak dan memintanya untuk berhati-hati, karena keinginan itu termasuk dalam kesenangan anak bereksplorasi.

Implikasi lainnya yang dapat dilakukan pendidik adalah dengan menyediakan lingkungan belajar yang aman dan memberikan penjelasan singkat mengenai hal-hal yang dapat membahayakan keselamatan mereka. Misalnya: apa yang harus dilakukan jika akan menyeberang jalan, apa saja benda dan alat berbahaya yang tidak boleh digunakan untuk main dengan sembarangan dan apa yang harus dilakukan jika mereka mengahdapi suatu bahaya.

Anak Memiliki Rentang Perhatian (Konsentrasi) Pendek

Dini yang berusia 4 tahun, sedang membaca (melihat-lihat) isi buku. Dia tampak asyik sekali. Namun beberapa saat kemudian, dia tampak sudah berlari-lari sambil tertawa kegirangan. Tak berapa lama kemudian, Dini sudah asyik dengan bonekanya. Yaaa…tampaknya Dini termasuk anak yang mudah bosan dengan suatu kegiatan. Sebenarnya hal ini adalah suatu yang wajar terjadi pada anak usia dini. Ilustrasi tersebut menggambarkan bahwa anak cenderung tidak bisa bertahan lama untuk suatu kegiatan atau dengan kata lain, daya konsentrasinya cenderung pendek dan bukan karena anak itu mudah bosan. Menurut Berg (1988), rentang perhatian anak usia 5 tahun untuk duduk tenang memperhatikan sesuatu adalah sekitar 10 menit, kecuali untuk melakukan hal-hal yang bisa membuatnya senang.

Implikasi dari karakteristik anak yang seperti ini, adalah apabila hendak memberikan suatu kegiatan pada anak, maka kegiatan tersebut janganlah terlalu lama. Anda dapat mengajak anak melakukannya berkali-kali namun dengan diberikan jeda atau pause sejenak. Apabila kita meminta anak melakukan suatu kegiatan dilakukan secara terus menerus (marathon?), maka kemungkinan besar tidak akan mendapatkan hasil yang maksimal dari anak tersebut. Selain itu juga, pendidik harus selalu menciptakan suasana yang menyenangkan dalam mendidik mereka. Misalnya, untuk membiasakan anak makan sayuran, pendidik dapat melakukannya melalui nyanyian, permainan ataupun cerita (yang tidak terlalu penjang dan bertele-tele). Jika Anda “harus” menyampaiakan suatau pengarahan atau nasehat, usahakan tidak lebih dari 10 menit, karena jika lebih dari waktu tersebut kemungkinan besar materi yang Anda samapaikan akan percuma dan konsentrasi anak sudah beralih pada hal lainnya.

Masa Usia Dini Disebut Golden Age
Anak usia dini merupakan kelompok usia yang berada dalam proses perkembangan yang unik, karena proses perkembangannya (tumbuh dan kembang) terjadi bersamaan dengan golden age (masa emas/peka). Golden age merupakan masa yang paling tepat untuk memberikan bekal yang kuat (intervensi) kepada anak. Pada masa peka ini, kecepatan tumbuh otak anak sangat tinggi hingga mencapai 50 % dari keseluruhan perkembangan otaknya selama hidupnya. Artinya golden age merupakan saat/masa yang paling tepat untuk menggali segala potensi kecerdasan anak seluas-luasnya. Pada masa ini juga seorang anak memiliki potensi yang sangat besar untuk dapat mengoptimalkan seluruh aspek perkembangan yang ada pada dirinya dan pendidik dapat memberikan bantuan dengan cara memberikan kesempatan seluas-luasnya untuk perkembangan anak dan memfasilitasinya dengan menyediakan sumber belajar yang sesuai dengan kebutuhan setiap anak.

Sumber
Siti Aisyah, dkk, (2008). Perkembangan dan Konsep Dasar Pengembangan Anak Usia Dini (Buku Materi Pokok)Ed.1 Cetakan ketiga. Jakarta: Universitas Terbuka

Masithoh, dkk. (2007). Strategi Pembelajaran TK. Ed 1 Cetakan ketujuh. Jakarta: Universitas Terbuka. Buku Materi pokok (BMP) untuk mahasiswa S1 PGPAUD – UT, Mata Kuliah: Strategi Kegiatan Pengembangan Anak USia Dini.

No comments:

Post a Comment

Print Postingan