Ustadz Abu
Ubaidah Yusuf As-Sidawi
Sungguh
termasuk diantara keutamaan dan nikmat Alloh yang sangat besar kepada para
hambanya adalah mempersiapkan kepada mereka musim dan waktu yang penuh dengan
keutamaan, agar menjadi ladang menuai pahala bagi orang-orang yang taat dan
medan bagi orang yang ingin berlomba-lomba kebaikan. Bulan ramadhan adalah
bulan yang penuh barokah, penuh dengan keutamaan yang banyak, Alloh berfirman:
شَهْرُ
رَمَضَانَ الَّذِي أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ
الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ ۚ فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ الشَّهْرَ
فَلْيَصُمْهُ ۖ وَمَن كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ
مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۗيُرِيدُ اللَّـهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ
بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّـهَ عَلَىٰ مَا
هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ ﴿١٨٥﴾
Bulan
Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur’an sebagai petunjuk
bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda
(antara yang hak dan yang bathil). (QS.al-Baqoroh: 185).
`Dari Abu Hurairah bahwasanya
Rasulullah bersabda: “Telah datang kepada kalian bulan ramadhan, bulan
yang penuh berkah. Alloh mewajibkan puasa atas kalian di dalamnya. Pada bulan
itu dibuka pintu-pintu surga, ditutup pintu-pintu neraka dan dibelenggu
setan-setan. Alloh menjadikan pada bulan itu sebuah malam yang lebih baik dari
seribu bulan. Barangsiapa yang tercegah dari kebaikannya, maka sungguh dia
tercegah untuk mendapatkannya”.[151]
Sebagian
salaf mengatakan: “Sesungguhnya Alloh menjadikan bulan Ramadhan sebagai
medanbagi para makhluknya untuk berlomba-lomba di dalamnya dengan ketaatan.
Adayang mendahului dan merekalah para pemenang, dan ada yang tertinggal dan
merekalah yang merugi”.[152]
Akan tetapi
yang sangat disayangkan, kebanyakan manusia tidak mengenal musim-musim
kebaikan, mereka tidak memandang kehormatan bulannya. Maka jadilah bulan
Ramadhan kosong dari ketaatan, ibadah, membaca al-qur’an, shadaqah dan dzikir.
Mereka tidak mengenal bulan Ramadhan melainkan hanya untuk mengumpulkan aneka
ragam makanan dan minuman. Mereka tidak mengenal bulan Ramadhan kecuali bulan
untuk begadang di malam hari, tidur diwaktu siang, bahkan sampai ada diantara
mereka yang hanya tidur dan meninggalkan shalat wajib!!. Wallohul Musta’an.
HUKUM DAN ADAB SEPUTAR PUASA
- Niat sebelum puasa
Berdasarkan
hadits:
عَنْ
حَفْصَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِيْنَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ قَالَ: مَنْ لَمْ يُجْمِعْ
الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلاَ صِيَامَ لَهُ
Dari Hafshoh
ummul mukminin bahwasanya rasulullah bersabda: “Barangsiapa yang tidak
meniatkan puasa sebelum fajar, maka tidak ada puasa baginya”.[153]
Melafadzkan niat puasa?
Niat
tempatnya di dalam hati, bukan melafadzkannya dengan lisan semisal ucapan yang
sering kita dengar Nawaitu Shouma Ghodin Fardhon Lillahi Ta’ala.
Bahkan mengucapkan niat dalam ibadah, baik ketika berwudhu, shalat, atau puasa
adalah menyelisihi syariat atau kita katakan bid’ah.
Abu Abdillah
Muhammad bin Qosim al-Maliki berkata: “Niat termasuk pekerjaan hati, maka
mengeraskannya adalah bid’ah”.[154]
2. Sahur[155]
Berdasarkan
hadits:
عَنْ أَنَسٍ
قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ : تَسَحَّرُوْا فَإِنَّ فِيْ السُّحُوْرِ
بَرَكَةً
Dari Anas
bin Malik bahwasanya Rasulullah bersabda: “Sahurlah kalian, karena sesungguhnya
di dalam sahur itu terdapat keberkahan“.[156]
Hadits ini
berisi anjuran untuk sahur sebelum puasa, karena didalamnya terdapat kebaikan
yang banyak dan membawa berkah. Perintah dalam hadits ini hanya menunjukkan
sunnah tidak sampai wajib[157], namun demikian hendaklah
kita berusaha untuk tidak meninggalkan sahur walaupun hanya dengan seteguk air.
Rasulullah mengatakan:
السَّحُوْرُ أَكْلُهُ بَرَكَةٌ فَلاَ تَدَعُوْهُ وَلَوْ أَنْ
يَجْرَعَ أَحَدُكُمْ جَرْعَةً مِنْ مَاءٍ فَإِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ
يُصَلُّوْنَ عَلىَ الْمُتَسَحِّرِيْنَ
Sahur
makannya adalah berkah. Maka janganlah kalian tinggalkan walaupun hanya dengan
seteguk air. Sesungguhnya Alloh dan malaikatNya bershalawat kepada orang-orang
yang sahur.[158]
Dan termasuk
sunnah ketika sahur adalah untuk mengakhirkannya. Zaid bin Tsabit berkata:
“Kami sahur bersama nabi, kemudian beliau berdiri untuk shalat shubuh. Anas
bertanya: “Berapa lama jarak antara selesai sahurnya dengan adzan? Zaid
menjawab: “Lamanya sekitar bacaan limapuluh ayat”.[159]
3. Membaca al-Qur’an
Saudaraku…
hiasilah bulan yang penuh berkah ini dengan membaca al-Qur’an. Ramadhan adalah
bulan diturunkannya al-Qur’an. Perbanyaklah membaca, mentadabburi dan memahami
isinya pada bulan ini. Rasulullah sebagai teladan kita beliau selalu mengecek
bacaan al-Qur’annya pada malaikat jibril pada bulan ini.[160] Cukuplah keutamaan
membaca dan mempelajari al-Qur’an sebuah hadits yang berbunyi:
عَنْ عَبْدِ
اللهِ بْنِ مَسْعُوْدٍ يَقُوْلُ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ: مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ
كِتَابِ اللهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا لاَ
أَقُوْلُ آلمَ حَرْفٌ وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلاَمٌ حَرْفٌ وَمِيْمٌ حَرْفٌ
Dari
Abdullah bin Mas’ud bahwasanya rasulullah bersabda: “Barangsiapa yang membaca
satu huruf al-Qur’an, maka baginya satu kebaikan, setiap satu kebaikan dilipat
gandakan hingga sepuluh kebaikan. Aku tidak mengatakan Aliif Laam Miim satu
huruf, akan tetapi Aliif satu huruf, Laam satu huruf dan Miim satu huruf.[161]
4. Menjaga
anggota badan
Puasa tidak
hanya menahan makan dan minum semata. Akan tetapi lebih dari itu, yaitu menahan
anggota badan dari bermaksiat kepada Alloh. Menahan mata dari melihat yang
haram, menjauhkan telinga dari mendengar yang haram, menahan lisan dari mencaci
dan menggibah, menjaga kaki untuk tidak melangkah ke tempat maksiat. Rasulullah
bersabda:
رُبَّ
صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلاَّ الْجُوْعُ
Betapa
banyak orang yang berpuasa tidak ada bagian dari puasanya kecuali hanya
mendapat lapar belaka.[162]
5. Jagalah lisan!!
Dari Abu
Hurairah bahwasanya Rasulullah bersabda:
الصِّيَامُ جُنَّةٌ فَلاَ يَرْفُثْ وَلاَ يَجْهَلْ وَإِنْ
امْرُؤٌ قَاتَلَهُ أَوْ شَاتَمَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي صَائِمٌ
“Puasa
adalah perisai. Maka janganlah berkata kotor dan berbuat bodoh. Apabila
ada yang memerangimu atau mencelamu, maka katakanlah aku sedang puasa”.[163]
Dalam hadits
yang lain rasulullah bersabda:
مَنْ لَمْ
يَدَعْ قَوْلَ الزُّوْرِ وَالْعَمَلَ بِهِ وَالْجَهْلَ فَلَيْسَ ِللهِ حَاجَةٌ
أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
Barangsiapa
yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan amalannya serta kebodohan, maka
Alloh tidak butuh dia meninggalkan makan dan minumnya.[164]
Dari sinilah
kita mengetahui hikmah yang mendalam dari disyariatkannya puasa, andaikan kita
terlatih dengan tarbiah yang agung semacam ini, sungguh Ramadhan akan berlalu
sedangkan manusia berada dalam akhlak yang agung, berpegang dengan akhlak dan
adab, karena itu adalah tarbiyah yang nyata.[165]
6. Memperbanyak amalan shalih
Manfaatkan
bulan ramadhan ini dengan perbuatan baik. Penuhi dengan amalan shalih.
Manfaatkan waktu yang ada dengan dzikir, membaca al-Qur’an, mengkaji ilmu
agama, banyak bershadaqoh, dan lain-lain. Karena semakin banyak ibadah yang
kita kerjakan pada bulan mulia ini semakin besar pula ganjarannya. Demikian
pula sebaliknya apabila bulan mulia ini kita kotori dengan kemaksiatan, maka
akan semakin besar pula dosanya.[166]
7. Hukum-hukum seputar orang yang berpuasa
A. Pembatal puasa
Paraulama
telah menyebutkan dalam berbagai kitab fiqih mereka beberapa pembatal puasa,
yaitu:
- Jima’
- Mengeluarkan mani dengan sengaja
- Makan dan minum dengan sengaja
- Segala sesuatu yang semakna dengan makan dan minum
- Muntah secara sengaja
- Keluar darah haidh dan nifas
Pembatal-pembatal
puasa ini tidak membatalkan puasa seseorang kecuali dengan tiga syarat:
Pertama: Orang yang berpuasa mengetahui
hukum dari pembatal-pembatal puasa ini.
Kedua: Dalam keadaan ingat, tidak karena
lupa
Ketiga: Sengaja dan atas kehendak dirinya
sendiri.
- Apabila
ada yang muntah dengan sengaja karena mengira bahwa muntah dengan sengaja tidak
membatalkan, maka puasanya sah tidak batal. Dalilnya Alloh berfirman:
ادْعُوهُمْ
لِآبَائِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِندَ اللَّـهِ ۚفَإِن لَّمْ تَعْلَمُوا
آبَاءَهُمْ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ وَمَوَالِيكُمْ ۚ وَلَيْسَ
عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ فِيمَا أَخْطَأْتُم بِهِ وَلَـٰكِن مَّا تَعَمَّدَتْ
قُلُوبُكُمْ ۚوَكَانَ اللَّـهُ غَفُورًا رَّحِيمًا ﴿٥﴾
Dan tidak
ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada
dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu.Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang. (QS. al-Ahzab:5)
- Apabila ada yang makan dan
minum setelah fajar, karena dia mengira fajar belum terbit atau makan dan minum
karena mengira matahari telah terbenam, kemudian setelah itu jelas baginya
bahwa fajar telah terbit dan matahari belum terbenam, maka puasanya sah tidak
batal. Karena dia jahil akan waktu. Asma’ Binti Abi Bakar berkata: “Kami pernah
berbuka puasa pada zaman nabi pada hari yang mendung, kemudian setelah itu
ternyata matahari masih terbit”.[167]
Nabi tidak
memerintahkan untuk mengganti puasa mereka, maka orang yang jahil akan waktu
puasa, puasanya sah tidak batal.
- Apabila
ada yang makan dan minum karena lupa, maka puasanya tidak batal. Alloh
berfirman:
وَاعْفُ
عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا ۚ أَنتَ مَوْلَانَا فَانصُرْنَا
عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ ﴿٢٨٦﴾
“Ya Rabb
kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami bersalah. (QS.al-Baqarah 286).
- Apabila seseorang tidur,
kemudian disiram air hingga masuk mulutnya, maka puasanya tidak batal, karena
masuknya air ke mulut bukan kehendak dirinya.
B. Berbuka puasa secara sengaja??
Berbuka
puasa secara sengaja pada bulan Ramadhan tanpa alasan yang syar’I adalah
perbuatan dosa besar. Rasulullah bersabda:
Ketika aku
sedang tidur, tiba-tiba datang kepadaku dua orang yang kemudian memegang bagian
bawah ketiakku dan membawaku ke sebuah gunung yang terjal. Keduanya berkata,
“Naiklah”. Aku menjawab: “Aku tidak mampu”, keduanya berkata, “Baiklah, akan
kami bantu engkau”. Akhirnya aku naik juga, tatkala aku sampai pada pertengahan
gunung, aku mendengar suara yang sangat mengerikan, aku bertanya: “Suara
apa ini?” keduanya berkata: “Itu teriakan penduduk neraka”. Kemudian aku dibawa
lagi, dan aku melihat sekelompok orang yang kaki-kaki mereka digantung, tulang
rahang mereka dipecah, darah mengalir dari tulang rahang mereka.[168] Aku bertanya:
“Siapakah mereka itu?” Keduanya menjawab: “Mereka adalah orang-orang yang
berbuka puasa sebelum waktunya”.[169]
Hadits ini
adalah dalil yang sangat jelas akan besarnya dosa orang yang berbuka puasa
Ramadhan secara sengaja tanpa udzur. Bahkan hadits ini menunjukkan berbuka
puasa tanpa udzur termasuk dosa besar.
Imam
adz-Dzahabi berkata: “Dosa besar yang ke sepuluh adalah berbuka puasa pada
bulan Ramadhan tanpa ada udzur dan alasan”.[170]
Perhatian:
Hadits yang
berbunyi
مَنْ
أَفْطَرَ مِنْ رَمَضَانَ مِنْ غَيْرِ عُذْرٍ وَلاَ مَرَضٍ لَمْ يَقْضِهِ صَوْمُ
الدَّهْرِ وَإِنْ صَامَهُ
Barangsiapa
tidak berpuasa di bulan Ramadhan tanpa ada udzur atau sakit, maka dia tak dapat
ditebus dengan puasa setahun sekalipun dia berpuasa.
Adalah
hadits yang lemah menurut timbangan ahli hadits.[171]
C. Puasanya orang yang diberi udzur
Alloh
berfirman:
وَمَن كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ
أَيَّامٍ أُخَرَ ۗيُرِيدُ اللَّـهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ
الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّـهَ عَلَىٰ مَا
هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ ﴿١٨٥﴾
Dan barangsiapa
sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya
berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.
Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. (QS.al-Baqarah 185).
1.Musafir
Orang yang
musafir (bepergian jauh) ada tiga keadaan:
Pertama: Jika berpuasa sangat
memberatkannya, maka haram baginya berpuasa. Tatkala fathu makkah, para sahabat
merasakan sangat berat dalam berpuasa. Akhirnya rasulullah berbuka, akan tetapi
ada sebagian sahabat yang tetap memaksakan puasa. Maka rasulullahpun berkata:
“Mereka itu orang yang bermaksiat, mereka itu orang yang bermaksiat”.[172]
Kedua: Jika berpuasa tidak terlalu
memberatkannya, maka dibenci puasa dalam keadaan seperti ini, karena dia
berpaling dari keringanan Alloh, yaitu dengan tetap berpuasa padahal dia merasa
berat walaupun tidak sangat.
Ketiga: Puasa tidak memberatkannya. Maka
hendaklah dia mengerjakan yang mudah, boleh puasa atau berbuka. Karena Alloh
berfirman:
رِيدُ
اللَّـهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
Allah
menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.(QS.al-Baqarah 185).[173]
2.Orang yang sakit
Orang yang
sakit terbagi menjadi dua golongan;
Pertama; Orang yang sakitnya terus menerus,
berkepanjangan, tidak bisa diharapkan sembuh dengan segera seperti sakit
kanker, maka dia tidak wajib puasa. Karena keadaan sakit seperti ini tidak bisa
diharapkan untuk bisa puasa. Hendaklah ia memberi makan satu orang miskin
sebanyak hari yang ditinggalkan.
Kedua; Orang yang sakitnya bisa
diharapkan sembuh, seperti sakit panas dan sebagainya. Maka orang yang sakit
seperti ini tidak lepas dari tiga keadaan;
- Puasa tidak memberatkannya dan tidak membahayakan. Wajib baginya untuk puasa, karena dia tidak punya udzur.
- Puasa memberatkannya akan tetapi tidak membahayakan dirinya, dalam keadaan seperti ini maka dibenci untuk puasa. Karena apabila puasa berarti dia berpaling dari keringanan Alloh, padahal dirinya merasa berat.
- Puasa membahayakan dirinya, maka haram baginya untuk puasa. Karena apabila puasa berarti dia mendatangkan bahaya bagi dirinya sendiri. Alloh berfirman;
وَلَا
تَقْتُلُوا أَنفُسَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّـهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا ﴿٢٩﴾
Dan
janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu. (QS.
An-Nisa: 29)
Untuk
mengetahui bahaya atau tidaknya puasa bagi yang sakit, bisa dengan perasaan
dirinya kalau puasa akan berbahaya, atau atas diagnosa dokter yang terpercaya.
Maka kapan saja seorang yang sakit tidak puasa dan termasuk golongan ini,
hendaklah dia mengganti puasa yang di tinggalkan apabila dia sudah sembuh dan
sehat. Apabila dia meninggal sebelum dia sembuh maka gugurlah utang puasanya.
Karena yang wajib baginya adalah untuk mengqadha puasa di hari yang lain yang
dia sudah mampu melakukannya, sedangkan dia tidak mendapati waktu tersebut.[174]
3.Wanita hamil dan menyusui
Wanita hamil
dan menyusui ada tiga keadaan:
Pertama: Apabila wanita hamil dan menyusui
khawatir dengan puasanya dapat membahayakan dirinya saja, maka boleh
baginya berbuka dan wajib mengqodho (mengganti) di hari yang
lain kapan saja sanggupnya menurut pendapat mayoritas ahli ilmu, karena dia
seperti orang yang sakit yang khawatir terhadap kesehatan dirinya. Alloh
berfirman:
فَمَن
تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهُ ۚ وَأَن تَصُومُوا خَيْرٌ
لَّكُمْ ۖ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ ﴿١٨٤﴾
Maka jika di
antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka
(wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari
yang lain. (QS.al-Baqarah
184).
Imam Ibnu
Qudamah mengatakan, “Walhasil, bahwa wanita yang hamil dan menyusui, apabila
khawatir terhadap dirinya, maka boleh berbuka dan wajib mengqodho saja. Kami
tidak mengetahui ada perselisihan diantara ahli ilmu dalam masalah
ini, karena keduanya seperti orang yang sakit yang takut akan kesehatan dirinya.[175]
Kedua: Apabila wanita hamil dan menyusui
khawatir dengan puasanya dapat membahayakan dirinya dan anaknya,
maka boleh baginya berbuka dan wajib mengqodho seperti keadaan pertama.
Imam
an-Nawawi mengatakan: “Parasahabat kami mengatakan: “Orang yang hamil dan
menyusui apabila keduanya khawatir dengan puasanya dapat membahayakan
dirinya maka dia berbuka dan mengqodho, tidak ada fidyah
karena dia seperti orang yang sakit, dan semua ini tidak ada
perselisihan. Apabila orang yang hamil dan menyusui khawatir dengan
puasanya membahayakan dirinya dan anaknya demikian juga dia
berbuka dan mengqodho tanpa ada perselisihan.[176].
Ketiga: Apabila wanita hamil dan
menyusui khawatir dengan puasanya akan membahayakan kesehatan[177] janin atau anaknya saja, tidak
terhadap dirinya, maka dalam masalah ini terjadi silang pendapat diantara
ulama hingga terpolar sampai enam pendapat. Yang lebih mendekati kebenaran
dalam masalah ini adalah bahwa wanita hamil dan menyusui apabila dengan
puasanya khawatir membahayakan kesehatan janin atau anaknya saja, maka
dia boleh berbuka dan wajib mengqodho serta membayar fidyah. Wajib
mengqodho menurut pendapat kebanyakan ulama, karena keduanya mampu untuk
mengqodho, dan tidak ada dalam syariat ini menggugurkan qodho bagi orang yang
mampu mengerjakannya. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan Ibnu Umar bahwa wanita
hamil dan menyusui-pada keadaan ketiga ini- wajib mengqodho pada waktu dia mampu.[178]
Adapun
fidyah karena mereka termasuk keumuman ayat[179]
Dan wajib
bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa)
membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin.(QS.al-Baqoroh 184).
Berdasarkan
zhohir ayat ini keduanya wajib membayar fidyah.[180] Yang menguatkan hal ini
juga perkataan Ibnu Abbas tatkala mengatakan: “Adalah keringanan ayat ini bagi
orang yang tua renta dan wanita tua renta yang berat berpuasa, bagi mereka
untuk berbuka dan memberi makan seorang miskin demikian pula wanita hamil dan
menyusui apabila keduanya khawatir-Abu Dawud berkata: “Yaitu khawatir terhadap
kesehatan janin dan anaknya saja”- mereka berbuka dan memberi makan seorang
miskin”.[181]
Ibnu Umar
pernah ditanya tentang wanita hamil yang khawatir terhadap anaknya? beliau
menjawab: “Hendaklah berbuka dan memberi makan seorang miskin setiap hari yang
ditinggalkan”.[182]
Ibnu Qudamah
mengatakan: “Tidak diketahui ada yang menyelisihi keduanya dari kalangan
sahabat”.[183]
Inilah
pendapat yang lebih berhati-hati. Dipilih oleh Hanabilah, dan yang masyhur dari
kalangan as-Syafi’iyyah. Pendapat ini dikuatkan oleh Mujahid, diriwayatkan pula
dari Ibnu Umar dan Ibnu Abbas dan Atho bin Abi Robah.[184] Disetujui pula oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Baz.[185] Wallohu A’lam
Faedah:
Dalam sebuah
Muktamar kedokteran yang digelar di Kairo pada bulan Muharram 1406 H dengan
tema “Sebagian perubahan kimiawi yang bisa ditimbulkan dari puasanya wanita
hamil dan menyusui” demi menjawab pertanyaan yang kerap muncul apakah puasa
berpengaruh terhadap wanita yang hamil dan menyusui. Setelah melalui penelitian
para dokter ahli disimpulkan bahwa tidak ada bahaya bagi wanita hamil
dan menyusui untuk berpuasa di bulan ramadhan.[186]
8. Bila waktu berbuka tiba
1. Segerakan berbuka
Berdasarkan
hadits:
لاَ يَزَالُ
النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوْا اْلفِطْرَ
Manusia akan
senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka puasa.[187]
2. Doa berbuka puasa
ذَهَبَ
الظَّمَأُ وَابْتَلَتِ الْعُرُوْقُ وَثَبَتَ الأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللهُ
Telang
hilang rasa dahaga, telah basah kerongkongan dan mendapat pahala insya Alloh.[188]
3. Jangan berlebihan
Berdasarkan
hadits:
كَانَ
رَسُوْلُ اللهِ يُفْطِرُ عَلىَ رُطُبَاتٍ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيْ فَإِنْ لَمْ
تَكُنْ رُطُبَاتٍ فَعَلىَ تَمَرَاتٍ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ حَسَا حَسَوَاتٍ مِنْ
مَاءٍ
Adalah
rasulullah berbuka puasa dengan kurma basah sebelum shalat. Apabila tidak ada
kurma basah, beliau berbuka dengan kurma kering, apabila tidak ada kurma
kering, beliau berbuka dengan air.[189]
4. Memberi makan orang yang berbuka puasa
Keutamaan
memberi makan orang yang berbuka puasa tertuang dalam hadits berikut:
مَنْ فَطَّرَ
صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرُ أَنَّهُ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ
الصَّائِمِ شَيْئًا
Barangsiapa
yang memberi makan kepada orang yang berpuasa, maka baginya pahala semisal
orang yang berpuasa, tanpa dikurangi dari pahala orang yang berpuasa sedikitpun.[190]
- Shalat tarawih
Rasulullah
bersabda:
مَنْ قَامَ
رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Barangsiapa
yang mengerjakan shalat malam di bulan ramadhan karena keimanan dan mengharap
pahala Alloh, maka akan diampuni dosanya yang telah lalu.[191]
Dan
hendaklah mengerjakan shalat tarawih bersama imam, jangan pulang sebelum imam
selesai, karena rasulullah bersabda:
مَنْ قَامَ
مَعَ اْلإِمَامِ حَتىَّ يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةٍ
Barangsiapa
yang shalat bersama imam sampai selesai, ditulis baginya shalat sepanjang malam.[192]
10. Berpisah dengan Ramadhan
Apabila
Ramadhan sudah berada di penghujung bulan, maka berharaplah selalu kepada Alloh
agar amalan kita selama ramadhan diterima disisi-Nya, berharaplah agar kita
menjadi insan yang bertakwa. Alloh berfirman:
وَاتْلُ
عَلَيْهِمْ نَبَأَ ابْنَيْ آدَمَ بِالْحَقِّ إِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ
مِنْ أَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الْآخَرِ قَالَ
لَأَقْتُلَنَّكَ ۖقَالَ إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّـهُ مِنَ
الْمُتَّقِينَ ﴿٢٧﴾
Sesungguhnya
Allah hanya menerima dari orang-orang yang bertaqwa. (QS.al-Maidah: 27).
Pada hari raya iedul fithri Umar bin Abdul Aziz berkata dalam khutbahnya: “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya kalian telah puasa karena Alloh selama tiga puluh hari, kalian shalat malam selama tiga puluh hari, dan pada hari ini kalian semua keluar untuk meminta kepada Alloh agar diterima amalan kalian. Ketahuilah, sebagian para salaf mereka menampakkan kesedihan pada hari raya iedul fithri, kemudian dikatakan padanya, bukankah hari ini, hari kegembiraan dan kebahagiaan? Dia menjawab: benar, akan tetapi aku adalah seorang hamba yang Alloh memerintahkanku untuk beramal, akan tetapi aku tidak tahu, apakah Alloh menerima amalanku ataukah tidak!?”.[193]
Sumber: http://abiubaidah.com/
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………..
Footnote:
[151] HR.Ahmad 12/59, Nasai
4/129. Syaikh al-Albani berkata: “Hadits Shahih Lighairih”. Lihat Shahih
at-Targhib 1/490, Tamamul Minnah hal.395 keduanya
oleh al-Albani.
[152] Lathoiful Ma’arif ,
Ibnu Rajab hal.246
[153] HR.Abu Dawud 2454,
Nasai 4/196, Tirmidzi 730, Ahmad 44/53. Dishahihkan oleh al-Albani dalam al-Irwaa no:
.914
[154] Majmuah Rasail Kubra 1/254,
Lihat Akhthoil Mushallin, Masyhur Hasan Salman hal.91
[155]Suhur dengan mendommah huruf Siin yaitu
nama untuk perbuatannya. Sedangkan Sahur dengan menfathah huruf Siin adalah
sesuatu yang kita sahur dengannya. Hal ini semisal Wudhu yaitu
perbuatannya, sedangkan Wadhu adalah airnya. Kaidah ini sangat
berfaidah sekali untuk menjaga kesalahan dari kalimat-kalimat semisal ini. (asy-Syarah
al-Mumti’ 6/433).
[156] HR.Bukhari:1923,
Muslim: 1095
[157] Al-Ijma’ hal.49
oleh Ibnul Mundzir, Tahqiq Fuad Abdul Mun’im Ahmad
[158] HR.Ahmad 10/15, Ibnu
Abi Syaibah 3/8. Lihat Shahihul Jami’ 2945
[159] HR.Bukhari 1921, Muslim
1097
[160] HR.Bukhari 1/30, Muslim
3308
[161] HR.Tirmidzi 2910,
Syaikh al-Albani menshahihkannya dalam as-Shahihah: 660
[162] HR.Ibnu Majah 1690,
Syaikh al-Albani berkata: “Hadits hasan shahih”. Lihat al-Misykah no.2014, Shahihul
Jami’ no.3488
[163] HR.Bukhari 4/103,
Muslim 1151
[164] HR.Bukhari: 1903
[165] as-Syarah al-Mumti’ 6/431
[166] Syaikhul Islam
pernah ditanya apakah dosa maksiat akan ditambah dosanya apabila dikerjakan
pada hari yang penuh berkah ataukah tidak? Beliau menjawab: “Ya, maksiat pada
hari-hari yang penuh keutamaan dan di tempat-tempat yang mulia balasannya
ditambah sesuai dengan keutamaan waktu dan tempatnya”. (Majmu’ Fatawa 34/180).
[167] HR.Bukhari 1959
[168] Yaitu kaki mereka
digantung diatas dan kepala di bawah, seperti ketika tukang jagal menggantung
sembelihannya.
[169] HR.Nasai dalam al-Kubra
2/246, Ibnu Hibban 16/536, Ibnu Khuzaimah 3/137, Hakim 1/430. Lihat Shahih
at-Targhib 1/492
[170] al-Kabaair hal.157-Tahqiq
Masyhur Hasan Salman
[171] Fathul Bari 4/161, Koreksi
Hadits-Hadits Dha’if Populer, Abu Ubaidah Yusuf as-Sidawi, hal.111
[172] HR.Muslim: 1114
[173] Fushulun fis Shiyam hal.11
oleh Ibnu Utsaimin.
[174] Fushulun fis Shiyam hal.9
oleh Ibnu Utsaimin.
[175] al-Mughni 4/394
[176] al-Majmu’ 6/177, Fathul
Qodir Ibnul Humam 2/355
[177] Patokan bahaya yang
membolehkan berbuka adalah apabila dugaan kuatnya membahayakan atau telah
terbukti berdasarkan percobaan bahwa puasa membahayakan. Atau atas diagnosa
dokter terpercaya bahwa puasa bisa membahayakan bagi anaknya seperti kurang
akal atau sakit, bukan sekedar kekhawatiran yang tidak terbukti!!
[178] Lihat as-Sunan al-Kubra
4/230 oleh Baihaqi, Mushannaf Abdurrazaq 4/218.
[179] Al-Mughni 4/394
[180] al-Hawi 3/437
oleh al-Mawardi
[181] HR.Abu Dawud 6/431
[182] Mushannaf Abdurrazaq
4/217, Sunan al-Kubra 4/230 oleh Baihaqi.
[183] Al-Mughni
4/394.
[184] Al-Istidzkar 10/223
oleh Ibnu Abdil Barr.
[185] Majmu Fatawa Wa
Maqolat Mutanawwiah Syaikh Ibnu Baz
[186] As-Siyam
Muhdatsatuhu wa Hawaditsuhu hal.210 oleh Muhammad Aqlah, lihat Ahkam
Mar’ah al-Hamil hal.54 oleh Yahya Abdurrahman al-Khathib.
[187] HR.Bukhari 1957, Muslim
1098
[188] HR.Abu Dawud 2357,
Nasai dalam amal Yaum wal Lailah no.299, Ibnu Sunni 480, Hakim 1/422, Baihaqi
4/239. Dihasankan oleh Daroquthni dalam sunannya no.240. disetujui oleh
al-Hafizh Ibnu Hajar dalam at-Talkhis 2/802, al-Albani
dalam al-Irwaa no.920
[189] HR.Abu Dawud 2356,
Tirmidzi 696, Ahmad 3/163, Ibnu Khuzaimah 3/227, Hakim 1/432, Dihasankan oleh
al-Albani dalam al-Irwaa no.922
[190] HR.Tirmidzi 807, Ahmad
28/261, Ibnu Majah 1746. Dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih Sunan
at-Tirmidzi 807
[191] HR.Bukhari 4/250,
Muslim 759
[192] HR.Abu Dawud 4/248,
Tirmidzi 3/520, Nasai 3/203, Ibnu Majah 1/420. Dishahihkan oleh al-Albani
dalam al-Irwaa’ no.447
[193] Lathoiful Ma’arif hal.376
No comments:
Post a Comment