.quickedit{display:none;}
“KITA BERBISNIS,BERILMU,BERAMAL”

Tuesday, May 8, 2012

Nasib Buruh


[Koran-Digital] Suharto: Nasib Buruh
Analisis==> Nasib Buruh Oleh:Suharto Msi
02/05/2012 02:00:38

DALAM peringatan Hari Buruh, soal upah juga kembali diteriakkan para
buruh dalam aksinya. Upah yang belum sesuai kebutuhan hidup layak (KHL)
adalah salah satu faktor mengapa persoalan ini terus diteriakkan dengan
lantang. Padahal setiap tahun ditetapkan upah minimum baru di seluruh
kabupaten/kota atau provinsi namun nasib buruh Indonesia tetap pada
titik nadir.
Siapapun yang memiliki logika normal pasti sepakat bahwa upah
minimum yang ada jauh dari apa yang disebut hidup layak. Upah buruh
Indonesia adalah terendah di antara negara-negara di kawasan Asia. Tidak
mengherankan jika buruh Indonesia selalu melakukan unjukrasa untuk
memperjuangkan nasib mereka. Sangat sedikit yang mau memperhatikan nasib
buruh. Sistem pengupahan buruh di Indonesia menempatkan posisi buruh
pada jalan buntu bagi peningkatan kesejahteraan. Buruh malah sering
dituduh sebagai pembuat onar, pelaku anarkisme, dan pengganggu
kepentingan umum.

Nasib buruh seolah bertolak belakang dengan perilaku para pejabat negara
dan kelompok elite negeri ini. Buruh dituduh bertindak anarkis ketika
sekadar meminta perhatian pihak terkait terhadap nasib mereka. Tidak ada
sedikitpun niat para buruh untuk melakukan anarkisme jika semua pihak
terutama pemerintah benar-benar memperhatikan nasib mereka. Di tengah
nelangsanya nasib buruh, perilaku pejabat negara justru begitu anarkis
menghamburkan uang rakyat. Para wakil rakyat dan pejabat tetap rajin
melakukan studi banding meskipun keuangan negara terancam jebol. Para
hakim sibuk menghitung pendapatan layak mereka tanpa malu-malu dan
mengancam mogok sidang. Korupsi miliaran bahkan triliunan rupiah uang
rakyat hanya pura-pura dihukum karena begitu ringannya
Ketidakhadiran negara dalam persoalan kesejahteraan buruh tampak jelas
karena pemerintah lebih berpihak pada pengusaha dari pada pekerja.
Tampak sekali peraturan perundangan ketenagakerjaan ditafsirkan semau
gue oleh pengusaha tanpa pemerintah berani mengambil tindakan tegas.
Pengusaha selalu membuat akal-akalan dalam mengelabuhi aturan seperti
kebijakan pekerja kontrak (outsourcing) agar terhindar dari kewajiban
terhadap pekerjanya. Eksploitasi terhadap pekerja dengan segala
manivestasinya tidak ada tanda-tanda berkurang.
Setali tiga uang kebijakan upah minimum (UMK/UMP) yang seharusnya untuk
melindungi para pekerja tetapi justru menjadi alat eksploitasi. Selalu
tidak ada tolak ukur yang rasional dan transparan dalam mengukur tingkat
kebutuhan hidup layak (KHL) yang menjadi dasar penetapan upah minimum.
KHL yang ditetapkan oleh dewan pengupahan daerah selalu terlalu rendah.
Hal ini tak sebanding jika para pejabat negara menetapkan gaji mereka
yang selalu berlebihan. Bagaikan bumi dan langit membandingkan nasib
buruh Indonesia dengan para pejabat negara yang serba bermewah-mewah dan
penuh korupsi.
Upah minimum seharusnya diperuntukkan bagi pekerja dengan masa kerja
kurang dari satu tahun dan berstatus lajang tetapi berubah menjadi upah
maksimum. Pengusaha sudah merasa memenuhi kewajiban terhadap pekerja
tanpa mempertimbangkan status sesungguhnya para pekerja tersebut. Bahkan
banyak pengusaha tetap membayar sebesar upah minimum meskipun masa
kerjanya sudah bertahun-tahun. Alasan pengusaha selalu masalah
produktivitas pekerja yang rendah. Padahal produktivitas pekerja tidak
berdiri sendiri tetapi terkait dengan faktor lainnya, seperti
pengupahan, infrastruktur, perpajakan dan manajemen usaha itu sendiri.
Amat naif jika rendahnya produktivitas hanya dibebankan pada pekerja.
Tanpa ada perubahan politik yang signifikan tampaknya nasib buruh sulit
berubah. Sia-sia saja mengharapkan pemerintah mau dan mampu mengubah
nasib mereka. Kematian para pekerja migran kita yang menurut organisasi
Migrant Care mencapai 700 orang pertahun hanya di Malaysia saja tak
pernah mengusik pemerintah Indonesia apalagi pekerja dalam negeri.
Artinya para pekerja harus solid dan tidak terpecah-pecah oleh
kepentingan politik jangka pendek yang partisan. Organisasi buruh harus
menyatukan langkah untuk memperjuangkan kesejahteraan pekerja. Kalau
hanya melakukan unjuk rasa saja apalagi bersifat sporadis tak akan
digubris oleh pemerintah.
Sudah saatnya para pekerja mempertimbangkan cara lain seperti mogok
nasional dan sebagainya. Dengan cara demikian pasti memiliki implikasi
yang berbeda dibandingkan melakukan gerakan yang sudah ada selama ini.
Pekerja adalah pilar perekonomian sekaligus bagian dari Bangsa
Indonesia. Sudah selayaknya ikut menikmati kue ekonomi nasional secara
layak. (Penulis adalah Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi FE UII)-f

http://www.kr.co.id/web/detail.php?sid=143985&actmenu=45

--
"One Touch In BOX"

To post : koran-digital@googlegroups.com
Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com

"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus

Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun
- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu
- Hindari ONE-LINER
- POTONG EKOR EMAIL
- DILARANG SARA
- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau
Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------
"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.
"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.

No comments:

Post a Comment

Print Postingan