Hari
masih pagi, namun Sunardi sudah sibuk. Di rumah kontrakannya yang sederhana di
bilangan Bekasi Timur, Jawa Barat, karyawan perusahaan otomotif ini harus
menggantikan peran sang istri. Ia menjaga anak balita serta membantu anak
lainnya sebelum berangkat ke sekolah.
Sementara Fatimah, sang istri, ternyata di pagi buta sudah harus ke pasar.
Untuk membantu sang suami, ia membuka warung mi ayam di depan rumahnya. Walau
tidak tentu pendapatanya, uang dari warung ini sedikit meringankan beban
Sunardi yang hanya bergaji Rp 1,8 juta per bulan. Selain harus membayar
kontrakan Rp 300 ribu per bulan, ia juga harus memenuhi kebutuhan anak-anaknya.
"Sebulan masih kurang, makanya kita masih suka nabrak sana nabrak sini, ke
teman atau saudara,untuk memenuhi kebutuhan sebulan," kata Sunardi,
baru-baru ini.
Potret kehidupan Sunardi hanyalah satu dari jutaan buruh di Tanah Air yang
masih belum sebaik perannya di perusahaan. Buruh masih harus berjuang memenuhi
kebutuhan yang paling dasar. Padahal, problem lain juga menunggu. Para buruh
seperti Sunardi masih harus berjuang untuk biaya kesehatan, pensiun, dan juga
sistem out sourching yang tetap menghantui
No comments:
Post a Comment