.quickedit{display:none;}
“KITA BERBISNIS,BERILMU,BERAMAL”

Tuesday, February 15, 2011

Bekerja dengan Allah, Bekerja untuk Allah

Selasa, 10 Agustus 2010 15:02
Ibadah adalah sebuah ikhtiar juga, karena ia adalah pekerjaan yang membutuhkan kesediaan waktu, energi, biaya, dan lain sebagainya. Inilah yang disebut bekerja dengan Allah dan untuk Allah. Karena judulnya bekerja dan berusaha untuk Allah, ya ada bayarannya. Siapa yang bayar? Ya Allah! Dan karena bayarannya dari Allah, ya besarnya berbeda dengan bayaran hasil keringatnya sendiri. Subhanallah.
Kalau di bait-bait di atas contohnya adalah sedekah, sekarang kita coba ambil contoh lain lagi; yaitu salat malam.
Untuk bisa salat malam kita harus lembur mengorbankan waktu kita meski hanya sekedar dua rakaat. Ya, saya menyebut dua rakaat itu sebagai "lembur". Sebab, kan kita menganggap salat malam sebagai pekerjaan sambilan. Lagi bangun ya mengerjakan, tidak bangun, tidak mengerjakan. Malah tidak sedikit yang menganggap "pekerjaan" Tahajjud sebagai pekerjaan yang nambah beban keletihan setelah sepanjang hari bekerja. Padahal, "sekadar" dua rakaat saja Salat Tahajjud, ternyata bayarannya jauh lebih besar daripada seorang karyawan bekerja seharian penuh.
Mengapa bisa beda?! Sebab si karyawan bekerja di siang harinya dia bekerja untuk manusia. Sedang di waktu malam, dia salat malam, Allah menghitungnya sebagai ibadah. Ibadah'kan artinya menghamba sama Allah. menjadi 'abid-Nya, menjadi pelayan-Nya. Dan ini juga pekerjaan. Makanya, karena kerjanya sama Allah, maka bayarannya subhanallah pasti lebih besar daripada kerja sama manusia.
Lihat saja bayaran Allah untuk "pekerjaan" yang satu ini, pekerjaan Tahajjud; siapa yang salat dua rakaat di tengah malam, khairun minaddunyaa wa maa fiihaa, maka baginya lebih baik pahalanya (kebaikannya) di sisi Allah daripada dunia dengan segala isinya.
Saudaraku, dalam urusan mencari rezeki, mencari dunia-Nya, Allah memberikan cara yang gampang bagi manusia, memberikan cara yang mudah bagi manusia. Tapi manusia senangnya memilih cara yang repot, cara yang sukar. Padahal Allah tentu yang paling tahu tentang kunci-kunci perbendaharaan rezeki-Nya. Allah menyebut kunci segala kunci bagi manusia itu adalah dengan beribadah kepada-Nya.
Sedekah, salat malam, memberi makan anak yatim, menyenangkan hati yang berduka adalah "hanya sekian" dari apa yang disebut sebagai ibadah. Bila ibadah diperbaiki, maka kehidupan pun akan menjadi lebih baik lagi. Namun bila ibadah buruk, maka kehidupan buruk yang akan terhidang. Ibadah biasa saja, hidup pun akan biasa saja. Tidak ada yang istimewanya bagi yang tidak mengistimewakan Allah.
Bila nampak dunia yang bagus, tapi di tangan orang-orang yang tidak rajin beribadah, jangan buru-buru silau. Kiranya itu kebaikan dari Allah, barangkali sebab ilmu dunia dan usaha orang itu sendiri. Namun dia hanya memiliki dunia-Nya, tidak memiliki diri dan keridhaan-Nya. Alangkah cantiknya bila seseorang memiliki dunia dan juga memiliki Allah sebagai Pemilik dunia. Itu bisa ditempuh dengan satu ayunan langkah: ibadah. Tentu dengan memperluas seluas-luasnya cakupan ibadah yang dimaksud sebagai seluruh gerakan, rasa dan pikiran seorang hamba kepada Sang Khaliq.
Tapi apa boleh buat, ketiadaan ilmu yang barang kali membuat seseorang tidak mengetahui bahwa dia bisa punya energi dan kemampuan yang akan melipatgandakan hasil keringatnya, hasil tenaga dan pikirannya. Yakni tadi, lewat jalan ibadah.
Semula banyak orang berpikir bahwa hasil usaha dia adalah seukuran kerja, seukuran usaha, seukuran proyek, seukuran dagangan, atau seukuran modalnya. Begitulah selama ini pikiran kita bekerja. Tidak pernah terpikirkan atau jarang terpikirkan bahwa hasil usaha bisa DIPERBESAR lewat jalan ibadah, dan jalan usaha bisa DIPERLUAS lewat jalan ibadah.
Ya, banyak di antara kita yang tidak berani berpikir bahwa jalan ibadah bisa menambah dan memperluas rezeki. Yakin, barangkali iya. Maksudnya, iya yakin bahwa "jalan ibadah bisa menambah dan memperluas jalan rezeki", tapi membicarakannya hingga "menjadi sebuah metode", menjadi sebuah solusi yang "diataskertaskan",tidak sedikit yang kurang berani. Entahlah, atau saya yang "terlalu berani?"
Padahal sebagai sebuah petunjuk, Al-Quran adalah petunjuk, "(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda antara yang hak dan yang batil..." (QS. al-Baqarah: 185)
Tentu saja termasuk "petunjuk" untuk mencari rezeki dari Yang Maha Memiliki segala perbendaharaan rezeki. Wallahu ‘alam bishshowab. (*)
 

No comments:

Post a Comment

Print Postingan