Pada masa Khulafaur Rasyidin radhiallahu ‘anhum, para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para tabi’in berlomba-lomba berbuat kebaikan dengan membantu orang yang membutuhkan dan menolong orang yang teraniaya.
Abu Bakar ash-Shiddiq dan Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhuma termasuk orang yang gigih bersaing di dalam amal kebaikan yang mulia ini, yang pelakunya mendapatkan kebaikan besar di dunia dan banyak pahala di akhirat.
Dengan semangat kompetisi yang tinggi Umar bin Khattab mengawasi apa yang dilakukan oleh Abu Bakar. Ia berencana melakukan dua kali lipatnya sehingga dia bisa berbuat lebih dari Abu Bakar dalam hal kebaikan.
Suatu hari, Umar mengawasi Abu Bakar di waktu fajar. Sesuatu telah menarik perhatian Umar. Setiap pagi selesai subuh, Abu Bakar mendatangi sebuah gubuk kecil di pinggiran Madinah, ia masuk selama beberapa jam, lalu dia pulang kembali ke rumahnya.
Umar tidak mengetahui apa yang ada di dalam gubuk itu dan apa yang dilakukan Abu Bakar di sana. Umar mengetahui segala kebaikan yang dilakukan Abu Bakar kecuali rahasia urusan gubuk tersebut.
Sampai akhirnya setelah berminggu minggu mengikuti Abu Bakar, Umar memutuskan untuk masuk ke dalam gubuk itu sesaat setelah Abu Bakar meninggalkannya. Dia ingin mengetahui apa yang dilakukan oleh sahabatnya di situ.
Umar tertegun saat mendapatkan seorang nenek tua yang lemah tanpa bisa bergerak. Nenek itu juga buta kedua matanya. Tidak ada sesuatu pun di dalam gubuk kecil itu.
Umar bertanya, “Apa yang dilakukan laki-laki itu di sini?” Nenek menjawab, “Demi Allah, aku tidak mengetahui, wahai anakku. Setiap pagi dia datang, membersihkan rumahku ini dan menyapunya. Dia menyiapkan makanan untukku. Kemudian dia pergi tanpa berbicara apapun denganku.”
Umar menekuk kedua lututnya dan kedua matanya basah oleh air mata. Dia menangis sambil mengucapkan “Sungguh, engkau telah membuat lelah khalifah sesudahmu wahai Abu Bakar.”
Sahabatku, sebagai manusia kita semua diciptakan oleh Allah subhanallahu wata'alaa untuk berakalbudi, dan diciptakan untuk selaku memilih. Benar sekali, hidup di dunia adalah pilihan. Kau bisa memilih menjadi orang biasa saja, menghindari kompetisi kebaikan, hidup nyaman sejahtera tanpa harus bersusah payah bekerja keras , melewatkan kesempatan untuk menebar kebaikan. Melewatkan peluang untuk menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain.
Atau sebaliknya, kau bisa memilih menjadi orang yang luar biasa, hidup menjadi saluran berkah untuk orang lain siapapun itu, menempatkan prioritas tertinggi untuk menebarkan kebaikan, bermanfaat kepada semua manusia, menjadi harapan untuk bangsa Indonesia.
Kebaikanmu bukanlah untuk ajang pamer. Bukan untuk dinilai oleh orang lain, karena sesungguhnya hanya Allah lah yang berhak menilai. Tetapi untuk diteladani oleh orang disekelilingmu, untuk menjadi manfaat kepada mereka, untuk menginspirasi mereka, untuk memacu mereka agar berusaha lebih keras dalam kompetisi kebaikan.
Salam Hijrah
No comments:
Post a Comment