.quickedit{display:none;}
“KITA BERBISNIS,BERILMU,BERAMAL”

Tuesday, September 27, 2011

Pemimpin Yang Baik VS Bawahan Yang Baik

MEMBENTUK ETIKA MENJADI PEMIMPIN YANG BAIK

Apakah Anda termasuk Seorang Pemimpin Yang Baik ?, jawabannya ada pada anda sendiri. Tetapi anda juga tidak bisa begitu saja mengklaim bahwa diri anda adalah seorang pemimpin yang baik, karena begitu banyak aspek yang menjadi kriteria yang menunjukkan bahwa anda adalah seorang pemimpin yang baik. 

Menjadi seorang pemimpin bukanlah suatu hal yang mudah, banyak sekali orang berambisi untuk dapat menempati posisi ini, tetapi apakah sebenarnya yang menjadi motivasi mereka sehingga sangat berambisi agar bisa menjadi seorang Bos ??!! apakah hanya sekedar untuk dihargai, disanjung atau dihormati ? wah...ini adalah suatu persepsi yang salah. Bukan hanya dalam dunia politik, pemerintahan atau Perusahaan bahkan dalam organisasi yang paling kecil yaitu Rumah Tangga hal ini sering di jumpai., seorang pemimpin yang seharusnya menjadi seorang pelindung, justru menjadi seorang diktator yang tidak pernah bisa disalahkan. Lantas apa dan bagimana sebenarnya ETIKA yang harus dimiliki seorang pemimpin ?? 

1. Menghargai hasil kinerja anak buah
Dengan adanya rasa menghargai kepada anak buah, tentu menjadi suatu motivasi yang jitu dalam memacu semangat kerja mereka. Dengan kita memberikan pujian terhadap hasil karya mereka walaupun itu menurut pikiran kita "remeh" atau "gampang dilakukan". Perlu diketahui bahwa hasil tersebut dilakukan dengan sekuat tenaga oleh anak buah anda. Dengan memberikan pujian pada waktu dan kesempatan yang tepat maka anak buah akan merasa dihargai. Hal ini akan berdampak pada kemajuan kinerja dari anak buah anda nantinya. 

2. Kesalahan pada anak buah merupakan tanggung jawab pemimpin
Seringkali saat kita membawahi beberapa anak buah dalam team. Ketika hendak mengerjakan suatu tugas tentu setiap anak buah memiliki tugas masing-masing. Ketika anak buah tidak dapat menyelesaikan tugas yang diberikan tepat waktu tentu pemimpin harus mengambil alih. Pertanggung-jawaban kepada atasan yang lebih tinggi harus dilakukan oleh pemimpin team tersebut. Pemimpin harus mampu memberikan alasan kuat yang mendasari penyebab kegagalan dari staffnya. Alangkah baiknya bila pemimpin juga ikut membantu serta memperbaiki hasil kerja anak buahnya.

3. Mengajari tanpa henti dan tidak ragu memberikan ilmu
Pemimpin yang baik tentu memiliki skill yang bersifat "generalisasi". Artinya pemimpin tersebut memiliki wawasan yang luas dalam aplikasi kerja sehari-hari. Nah, ketika memdapati anak buah yang kesal karena mengalami kegagalan dalam mengerjakan tugasnya tentu pemimpin harus menjadi solusi. Ketika anak buah bingung untuk menyelesaikan tugasnya tentu pemimpin-nya akan menjadi sarana pengaduan. Bila anda menjadi pemimpin yang ternyata mengerti solusi cara menyelesaikan masalah dari anak buah tentu akan sangat menguntungkan. Tidak ada salahnya anda mengerjakan tugas anak buah tersebut sambil memberikan petunjuk-petunjuk solusi.

4.Peduli terhadap kepentingan dan kesibukan staff
Seringkali terdengar beberapa anak buah mengeluh terhadap pemimpinnya. Biasanya adanya otoritas yang muncul karena sang pemimpim tidak mau tahu apa yang akan dilakukan oleh anak buahnya. Pokoknya tugas yang diberikan harus selesai pada tanggal sekian, jam sekian! titik!. Nah, inilah faktor yang akan menghancurkan rasa hormat dari staff. Berikan perhatian yang berkala dan teratur. Usahakan anda kunjungi masing-masing anak buah anda pada saat mereka bekerja. Pantau kegiatan mereka dan sesekali berikan komentar yang membangun atas hasil kerja mereka saat itu. Pentingnya memberikan kelonggaran / jeda waktu supaya anak buah anda bisa terlepas dari kejenuhan pekerjaannya. Bila anda peduli terhadap staff maka hasil kerja akan memuaskan nantinya.

5.Jadilah panutan dan tepat waktu
Kinerja staff akan mengacu pada pemimpinnya. Bila anda dalam bekerja terlihat rajin,sibuk,ulet dan keras tentu akan memberikan inspirasi bagi orang-orang sekitar anda untuk menirunya. Adanya sifat sungkan untuk malas akan terbentuk bila anda membiasakan sibuk dan rajin pada tiap jam-jam kerja anda. Disiplin terhadap waktu menjadi sangat sensitif bila anda sendiri juga tepat waktu dalam setiap pekerjaan.

6.Ceritakan masalah perusahaan yang layak diketahui anak buah.
Anda sebagai pemimpin tentu terkadang dihadapkan dengan banyak sekali masalah perusahaan. Pilah-pilah masalah perusahaan tersebut berdasarkan kerahasiaannya. Bila ada informasi masalah yang bersifat universal tentu perlu anda ceritakan kepada anak buah anda. Dengan menceritakan masalah yang ada, seolah-olah anak buah anda merasa mendapatkan tempat yang spesial di perusahaan. Menjadi orang yang dipercaya untuk mengetahui masalah yang ada dan berusaha membuat solusi harus ditanamkan pada anak buah anda.

7.Low profile.
Tentu sesekali anda perlu menyempatkan diri untuk membuat hubungan sosial dengan anak buah anda. Bila anda mampu menempatkan diri dalam lingkungan mereka tentu hal ini akan sangat berguna. Kesan "bersahabat" akan muncul bila anda juga turun kedalam kegiatan mereka sehari-hari. Contoh paling mudah adalah sempatkan diri anda untuk makan siang bersama mereka. Buat suasana tidak ada sekat dan semua memiliki posisi yang sama yaitu manusia biasa yang butuh makan. Anggapan pemimpin yang low profile akan terbentuk di hati anak buah anda nantinya.

Bila anda sudah melakukan tujuh langkah tersebut dengan benar maka anda akan mendapatkan predikat pemimpin yang baik di hati para staff. Lalu bagaimana cara mengukurnya apakah anda sudah mendapatkan predikat tersebut atau belum? Tanyalah pada staff pada kedudukan terendah. Kalau anda seorang manajer dan hendak menanyakan bagaimana predikat anda, silakan tanya pada office boy ( OB ) yang bekerja dalam ruangan anda setiap harinya!



MENJADI BAWAHAN YANG BAIK

Hmmm…….Menjadi Seorang Pemimpin Ternyata tidak gampang juga, itu kalau kita menjadi seorang atasan, lantas bagaimanakah sikap kita manjadi seorang bawahan yang baik ??? Dalam berhubungan dengan ”Boss” – terutama boss dari indonesia—kita tidak bisa melepaskan status hubungan peran dan relasi. Dimana kita tidak saja dituntut bekerja dengan sempurna seperti peran dan posisi kita, tetapi juga kita dituntut untuk menjadi bawahan seperti layaknya junior dalam budaya ketimuran. Bukankah begitu?
Lalu disini, rasa senang dan tidak senang bercampur dalam kepala boss atas dasar prestasi kerja dan prestasi kepribadian yang kita tampilkan. Mempelajari betapa saya pernah menderita kerugian atas pemikiran yang negatif itu, maka saya mencoba mengingat kembali 7 hal jelek yang bisa merugikan semua bawahan;

Tidak Jujur

Dibohongi terasa sangat menyakitkan dan memalukan. Mungkin kerugian materialnya tak seberapa. Tetapi jelas bahwa selain kita mendapatkan data palsu, kita juga merasa malu, karena kita ditempatkan oleh si pembohong dalam urutan paling bawah. Ia menyepelekan kita dan menganggap enteng diri kita. Itu artinya kita tidak dihargai.
Berbohong tidak ada yang putih dan tidak ada yang hitam. Semua tindakan yang tidak jujur adalah penipuan. Satu sikap yang jelas membeda antara yang diucapkan dan yang dipikirkannya. Bisa saja kita berbohong agar tidak dimarahi, tetapi pada kenyataannya atasan akan lebih marah ketika kita membohonginya. Dengan alasan apapun. Lihatlah betapa tidak jujur bisa membawa kita kepada kemungkinkan PHK tanpa hormat.

Tidak Disiplin

Aturan diciptakan untuk kebaikan bersama. Aturan diciptakan dan diundangkan untuk memastikan semua hak terpenuhi. Ingatlah betapa saat kita melamar dulu, kita sudah menghiba dan memelas sambil berjanji bahwa kita akan menjadi disiplin setiap saat asal kita diterima kerja disana.
Namanya saja manusia, mahluk ciptaan Tuhan yang memiliki daya lupa dan lalai. Demikian juga dengan bawahan yang lalai atas janji yang pernah diucapkannya. 
Pengingkaran itu biasanya berupa ketidak disiplinan. Bermula dari rasa bosan, ingin mencoba-coba, hingga akhirnya karakter tidak disiplin menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kita.
Coba bayangkan betapa marah seorang pimpinan yang mendapati bawahannya sering terlambat masuk kantor, tidak pakai seragam, tidak menjalankan aturan yang ditetapkan, sering absen tanpa alasan, dan sebagainya.
Yang pasti ketidakdisiplinan ini bukan saja menjengkelkan, tetapi juga seperti penyakit yang mudah menular pada karyawan lain. 

Pengecut

"Bukan saya, tapi mereka yang...," seperti inilah yang diucapkan oleh pengecut demi membebaskan dirinya dari tanggung jawab. Para pengecut akan berusaha mencari berbagai dalih untuk melemparkan tanggungjawab kepada orang lain.
Yang membuat sial operasional adalah jika aksi lempar tanggungjawab ini terjadi antar bagian secara berantai. Coba banyangkan, ketika seorang satpam pengecut ditegur kenapa tidak mengganti bola lampu yang sudah mati, ia akan menyalahkan bagian tehnik/perawatan, dan teknik/perawatan akan menyalahkan bagian gudang, bagian dugang akan menyalahkan bagian pembelian, bagian pembelian akan menyalahkan bagian yang lain dan seterusnya. Coba bayangkan, bukankah itu adalah sebuah awal dari bencana?

Selalu Mengeluh

Yang sangat pasti adalah bahwa kita harus sadar bahwa perusahaan bukanlah surga, dan atasan bukan Tuhan yang bisa memberikan kesempurnaan. Saya yakin bahwa tidak ada perusahaan dimanapun yang sanggup menjanjikan kesenangan serta perasaan bahagia.
Jika kita tidak pandai menciptakan kebahagiaan sendiri, maka kita hanya akan menjadi pengeluh ulung. Kita dibayar dengan tugas untuk meringankan beban atasan bukan menambahinya dengan beban baru berupa keluhan-keluhan yang tak bermutu.

Pembangkang

Atasan mana yang tak kesal jika perintahnya dianggap angin lalu. Kesepakatan yang terjadi antara atasan dan bawahan pada saat pemberian tugas, haruslah dikerjakan bukan untuk dibiarkan atau ditunda-tunda, kecuali sejak awal kita memberitahukan kondisinya. 
Berinisiatif memang bagus, tetapi jika kesepakatan sudah terjadi, bagusnya semua orang melaksanakannya sesuai kesepakatan. Lebih berbahaya lagi jika pembangkangan dilakukan atas dasar rasa tidak suka dan berdalih kesepakatannya tidak bagus.
Kebiasaan serba meng-iya-kan apapun kata atasan adalah awal dari aksi pembangkangan ini.

Loyo

Perang sekecil apapun tidak akan dimenangkan jika prajuritnya loyo tidak bersemangat. Keloyoan ini bisa tercermin dari muka murung, tampang mengantuk, atau pakaian acak-acakan. Bisa juga terlihat kalau sedang mengerjakan tugas dengan malas-malasan, atau setengah hati, lamban, 
dan akhirnya mengganggu kelancaran pekerjaan. 

Miskin Dedikasi

Dedikasi saya terjemahkan sebagai ketulusan pengabdian. Seorang bawahan yang berdedikasi tak hanya menyelesaikan tugasnya dengan baik tetapi berusaha untuk hasil yang terbaik. Ia akan berusaha melibatkan semua potensi dan kemampuannya untuk hasil terbaik. 
Bawahan yang selalu berhitung untung rugi hanya mau mengerjakan tugasnya sendiri dengan seadanya tanpa mau mengejar prestasi. Dia pulang selalu tepat waktu, bahkan jam kerja belum lagi usai dia sudah berkemas-kemas. Bila diberi tugas di luar jam kerja mungkin masih mau menerima tetapi dengan muka masam atau langsung menolak. Sifat semacam ini sungguh menggemaskan atasan.
Yang terakhir, perlu dipahami bahwa tulisan ini bukan untuk membela atasan, tetapi marilah kita mengaca diri. Sebelum menuntut seorang atasan yang ideal, apakah kita sudah menjadi bawahan yang baik?

No comments:

Post a Comment

Print Postingan